Jambi – Ekonom di Jambi, Usman Ermulan meminta pemerintah Joko Widodo meniadakan pajak ekspor minyak kelapa sawit.
Itu demi menggenjot tingkat ekspor CPO yang tengah mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani lokal saat ini.
Ia menilai, pungutan ekspor yang mencapai 55 persen dari harga Ekspor CPO sangat membebani petani sawit.
“Saran saya pemerintah hapuskan pemungutan pajak ekspor untuk sementara waktu,” ujar mantan Bupati Tanjungjabung Barat dua periode ini pada Jumat (8/7).
Usman juga minta pemerintah jangan memperumit izin ekspor yang akhirnya menyebabkan terjadinya over stock di tangki-tangki penimbunan CPO di pabrik pabrik kelapa sawit. Termasuk kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).
Usman berpendapat, kemudahan izin cukup diatur oleh Menteri Perdagangan saja. Juga pengaturan tata niaga minyak goreng.
“Penyederhanaan birokrasi izin ekspor CPO sepenuhnya cukup diatur oleh Mendag termasuk pengaturan tata niaga Migor. Kementerian lain tidak perlu ikut campur,” jelas Usman.
Usman menyakini, jika kebijakan ini diterapkan akan membantu neraca perdagangan Indonesia. Terutama untuk membayar utang luar negeri Indonesia semakin rendah di tengah gejolak ekonomi.
Dimana rasio utang itu dinilai sehat karena adanya penurunan rasio terhadap PDB. Tercatat rasio utang terhadap PDB saat ini adalah 39 persen dengan nominal utang mencapai Rp7.040,32 triliun.
Penerimaan yang kuat dari ledakan komoditas berhasil mendorong penurunan rasio utang terhadap PDB sebesar 13 persen.
“Harusnya pemerintah mengucapkan terima kasih atas upaya petani sawit. Sudah saatnya sekarang pemerintah menolong petani sawit,” sebut Usman.
Ia mengingatkan, berkurangnya ekspor dari sektor komoditas CPO serta turunannya akan berimbas pada pemasukan devisa negara.
“Industri sawit harus dijadikan andalan dalam perekonomian nasional bukan malah membuat kebijakan yang mematikan,” kata mantan Anggota DPR RI tiga periode ini, yang menyayangkan setelah ekspor CPO diizinkan justru membuat harga tandan buah segar jatuh hingga 200 persen dari harga saat sebelum ada pelarangan ekspor CPO.