Muatojambi -.Pemeriksaan hasil otopsi ulang terhadap jenazah Brigadir Yoshua membutuhkan waktu dua hingga empat pekan sehingga hasilnya baru dapat diketahui dalam empat hingga delapan pekan ke depan.
Demikian diungkapkan oleh Ketua Tim Otopsi Ulang jenazah Brigadir Yoshua yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Ade Firmansyah di Rumah Sakit Umum Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi, kemarin, Rabu (27/7).
“Untuk melakukan pemeriksaan jaringan tubuh itu membutuhkan dua sampai empat pekan, dan kami tidak ingin tergesa-gesa dalam pemeriksaannya, jadi kita perkirakan hasil autopsi akhir dapat diketahui antara empat sampai delapan pekan dari sekarang,” kata Ade Firmansyah.
Proses otopsi ulang berlangsung enam jam yakni dilakukan tim forensik dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. di RSUD Sungai Bahar yang berjarak sekitar dua kilometer dari tempat pemakaman bintara polisi itu.
Terkait proses otopsi ulang, ia menyebutkan bahwa pihaknya menghadapi beberapa kendala dalam otopsi jenazah Brigadir Yoshua.
“Pertama, jenazah sudah diformalin dan sudah mulai mengalami pembusukan, namun dalam proses tadi kami berhasil meyakini adanya beberapa luka namun tetap harus kami lakukan penanganan lebih lanjut,” katanya.
Dikatakan Ade, bahwa dalam proses otopsi ini, pihaknya fokus pada luka-luka yang menurut dugaan keluarga adalah bukan luka tembak.
Pada Rabu pagi, dilakukan proses ekshumasi atau pembongkaran makam Brigadir Yoshua oleh tim di pemakaman di Sungai Bahar, Muarojambi.
Selanjutnya proses otopsi dilakukan di RSU Sungai Bahar dengan mendapat pengamanan anggota Satbrimobda Polda Jambi berjaga di depan ruangan otopsi.
Sementara itu, awak media berkumpul menunggu selesainya proses otopsi terhadap jenazah Brigadir Yoshua. Sebelum pelaksanaan otopsi ulang pihak keluarga mengajukan untuk melihat proses itu langsung melalui kamera CCTV yang sudah disiapkan.
Namun, hal tersebut urung dilakukan karena terkait kode etik kedokteran seperti yang disampaikan oleh kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak.
“Benar, awalnya direncanakan demikian namun batal karena ada pertimbangan lain yakni kode etik kedokteran,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kamaruddin menyebut pihaknya sudah meminta bantuan pengawasan melalui dokter keluarga dan juga pengamat kesehatan dari tim kuasa hukum.
“Saya jelaskan bahwa yang boleh melihat proses atopsi tersebut adalah yang ahli di bidangnya, kami dari pengacara tidak bisa juga namun sudah mengutus pengamat kesehatan dari kami,” kata Kamaruddin Simanjuntak.