Oleh : Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan
Merujuk pada defenisi Kekayaan Negara sebagaimana pada Rancangan Undang-Undang Kekayaan Negara yang memberikan pengertian sebagai benda berwujud dan tak berwujud, baik bergerak maupun tak bergerak yang mempunyai nilai, yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh negara.
Kekayaan negara dibagi menjadi dua garis besar, yaitu kekayaan yang dikuasai oleh negara (domein in public) dan kekayaan yang dimiliki negara (domein privat). Perbedaan yang mendasar dari keduanya terletak pada peran Pemerintah.
Dalam hal menguasai pemerintah mempunyai hak untuk bertindak sebagai regulator yang berarti Pemerintah membuat Peraturan (Produk Hukum) dimaksudkan untuk mewujudkan secara nyata implementasi amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, dengan mengatur dan/atau membatasi aksi -aksi keserakahan oknum-oknum bermodal yang akan menindas kaum yang lemah secara ekonomi, sehingga peran negara tersebut menciptakan pemerataan ekonomi. Kewenangan negara dalam merumuskan kebijakan dilaksanakan secara sektoral oleh kementerian dan lembaga terkait. Sementara dalam pengelolaan kekayaan yang dimiliki, Pemerintah bertindak sebagai regulator sekaligus sebagai eksekutor.
Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat melakukan upaya paksa untuk itu Pemerintah dilengkapi dengan alat negara bersenjata dan dipersenjatai.
Ironisnya sejumlah produk hukum yang telah disyahkan terkesan hanya sebagai macan ompong atau menunjukan negara telah kalah telak dari sekelompok kecil cartel (Mafia) pertambangan. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sepertinya hanya dianggap sebagai ornament figura hiasan dinding pelengkap keberadaan sebuah organisasi kekuasaan.
Cartel atau Sindikat Mafia Pertambangan guna untuk memperlancar aksinya mencuri kekayaan negara telah berhasil melahirkan penghianat – penghianat bangsa dan negara dari berbagai unsur yang berkompeten. Jangankan untuk menimbulkan efek jera dan untuk menjerat untuk menyentuh saja hukum terkesan tidak mampu melakukannya. Kata – kata Koordinasi yang digunakan benar-benar menjadi ajian sakti pemberi perlindungan dan rasa aman serta membuat lumpuh fungsi hukum dan upaya penegakan hukum.
Dari kegiatan praktek mafia pertambangan yang terstruktur dan terorganisir yang berpraktek di kawasan Kabupaten Muaro Jambi, seperti Desa Bukit Subur di unit 7 (Tujuh) Kecamatan Sungai Bahar dan Areal 51 (Lima Puluh Satu) yang merupakan perbatasan antara lahan konsesi PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) dengan lahan PT. Anugerah Alam Sejahtera (Aas), Kavlingan Desa Bungku, Desa Laman Teras, Lubuk Napal, Senami serta lokasi-lokasi lainnya di Kabupaten Muaro Jambi maupun Kabupaten Batanghari, diperkirakan mereka telah berhasil menjarah Triliunan Rupiah Kekayaan Negara berupa Bahan Bakar Minyak serta membuat tidak dapat diterimanya Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Pajak Pertambahan Nilai (Ppn), Pajak Penghasilan (Pph).
Kawasan – kawasan sebagaimana diatas merupakan syurga kekayaan bagi sindikat tersebut, dari situ mereka berhasil menajarah kekayaan negara dengan indikasi mencapai Triliunan Rupiah menguap memenuhi pundi – pundi rekening kekayaan pribadi dan/atau golongan tertentu. Kepiawaian ilmu menjarah kekayaan negara oknum-oknum Cartel atau Sindikat Mafia Pertambangan sepertinya mampu menjadikan pihak Kepolisian Daerah Jambi sebagai peserta tetap pestival kucing-kucingan ataupun tournament petak umpat. Polisi datang mereka menghilang, Polisi pulang mereka kembali beroperasi di lokasi.
Bahkan ironisnya pada operasi penertiban salah satu sumur illegal di area Kilometer 51 malah Pihak EP Pertamina Jambi menunjukan sikap gagal paham akan pengertian pemerintah sebagai Eksekutor pada konteks penguasaan kekayaan negara. Pihak EP Pertamina justru mengambil kebijakan yang akan membocorkan Kas Negara yang kemungkinannya akan menelan biaya mencapai nilai Miliaran Rupiah, serta membuat cartel tersebut cuci tangan buang badan dengan aman sentosa.
Kepiawaian sindikat Cartel atau Mafia Pertambangan dalam urusan menjarah kekayaan negara benar – benar mampu menaklukan amanat konstitusional sebagaimana yang telah diatur dengan Undang – Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman berupa Pidana Penjara dan Denda yang tidak ringan, serta mampu membuat tidak bergunanya Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Suatu gambaran yang menunjukan bahwa Hukum dan Negara serta Pemerintah telah takluk kalah dibawah kekuasaan kebijakan Koordinasi sindikat Mafia atau Cartel Pertambangan.