Oleh: Jamhuri-Direktur Eksekutive LSM Sembilan.
Diantara anggota DPRD Kota Jambi ada yang mempermasalahkan persoalan carut-marut birokrasi pengelolaan aset mitra kerja mereka yang dianggap telah berlaku lalai, sebagaimana yang dilansir oleh harian Jambi Ekspres.
Sebenarnya ini tidak hanya sekedar kelalaian, artinya pihak legislative sekedar membuat statement politik cengeng, atau sekedar upaya pura-pura menjalankan hak controlling.
Hakikatnya Legislative justru sedang berlaku jujur memberi pengakuan tentang kegagalan mereka menjalankan fungsi status sosial sebagai wakil rakyat.
Indikasi kehilangan aset Pemerintahan Kota dengan akumulasi yang tidak sedikit bukan sekedar yang terletak di gudang ala Abu Nawas yang terletak di kawasan Jelutung itu saja.
Harusnya Legislative lebih membuka mata dan telinga serta wawasan menyangkut aset, antara lain seperti kayu bulian eks bongkaran SD N 181 yang dulunya diletakan di samping ruang bagian umum setda Kota Jambi, sekarang hilang ghaib bak ditelan bumi.
Penempatan yang berbatasan langsung dengan pintu pagar bagian belakang gedung tempat nongkrongnya para wakil rakyat, tersebut bisa hilang ghaib, apakah itu bukan hal yang aneh?.
Belum lagi kalau dilakukan audit investigasi menyangkut keberadaan mobil-mobil Dinas pasca pengadaan unit kendaraan baru serta indikasi pencurian ataupun penggelapan sejumlah aset medis milik Rumah Sakit Abdul Manaf.
Pertanyaannya beranikah DPRD Kota membentuk Pansus untuk mengungkap kebenaran cara berpikir oknum-oknum yang bertanggungjawab mengenai Barang Milik Daerah (aset) tersebut.
Bisa dipastikan jawabannya begitu singkat, hanya satu kata yaitu “tidak”, alasannya sederhana karena sudah berada pada detik-detik terakhir massa penggunaan hak mewakili rakyat?
Seharusnya yang dipermasalahkan itu bukan tentang kehilangan aset, akan tetapi justru persoalan minimnya pemahaman pihak pengelolaan aset Pemerintahan Kota Jambi akan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Anehnya lagi hal ini baru mereka sadari, setelah sekian lama menghabiskan waktu yang tidak sedikit (sebentar) seakan-akan seperti orang buta baru mendapatkan tongkat dan penuntun.
Padahal masalahnya tidak sesederhana persoalan kehilangan aset, akan tetapi lebih menunjukan tentang bagaimana rendahnya kesadaran hukum oknum pejabat dan/atau oknum penyelenggara negara berkompeten mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah/Negara.
Dalam hal ini kiranya anggota dewan dimaksud sepertinya latah ataukah sekedar suatu bentuk sikap kepura-puraan seakan-akan belum menyadari jika perbuatan dan/atau sikap pengelola aset yang dimaksud dapat dianalogkan dengan rendahnya nilai kesadaran akan cinta tanah air atau berpura-pura mengabdi.
Kehilangan aset bukanlah hal yang menkhawatirkan, tetapi degradasi mental pengabdian yang perlu segera disikapi secara profesional dan profosional.