Oleh: Afif Dibtriosi (Mahasiswa Hukum Universitas Jambi)
Pilkada yang bersih harusnya mampu mengakomodasi hak-hak politik masyarakat (political right). Menjamin hak setiap warga negara untuk berorganisasi. Pilkada sebagai wadah dan arena formal kompetisi politik juga harus menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak dan kebebasan masyarakat sipil seperti kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi, melindungi kebebasan penggunaan media dan menjamin keamanan masyarakat dari intimidasi siapapun.
Mengutip pendapat dari Irving J.Rein mengemukakan politik adalah sebuah profesi pembentukan dan transformasi citra sebagai hal yang mendominasi. Hal ini berarti bahwa politik tidak terlepas dari pencitraan tokoh politik untuk meningkatkan citra atau pamor nya di permukaan masyarakat.
Menjelang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara serentak di seluruh Indonesia yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024 mendatang tentunya sudah banyak komunikasi politik yang sudah terbangun baik itu di masyarakat atau pun lobi-lobian tokoh politik agar mendapatkan rekomendasi partai politik.
Di kabupaten Kerinci sendiri berbagai macam cara sudah dilakukan para bakal calon kepala daerah untuk mensosialisasikan dirinya baik itu bertatap muka langsung di masyarakat ,pemasangan atribut perkenalan diri seperti spanduk dan baliho atau bahkan memanfaatkan media sosial (Facebook, Instagram dan WhatsApp) untuk memperkenalkan diri kepada calon pemilih.
Pencitraan merupakan hal yang penting bagi setiap orang,sebab melalui pencitraan semua orang bisa membentuk citra positif nya di khalayak umum, namun apakah pencitraan hanya di bangun ketika punya kepentingan?
Bukankah kontribusi atas apa yang sudah di berikan kepada daerah selama ini menjadi dasar orang itu layak untuk di tokohkan atau tidak? Bukan hanya karena hendak diadakannya pilkada para calon kepala daerah baru rutin turun ke lapangan, menyapa hangat masyarakat,blusukan ke pasar-pasar, melakukan bakti sosial,memberikan bantuan bencana, atau bahkan juga menghadiri musibah/kemalangan lainnya.
Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendekatkan diri dengan berbagai kasus yang sedang hangat di masyarakat, dengan tampil sebagai pihak yang prorakyat kecil.
Ini tentu sangat terlihat jelas kepentingan nya!secara tidak langsung mereka “bekerja hanya untuk memperoleh citra”.
Disini seolah-olah masyarakat hanya di butuhkan menjelang pilkada sampai dengan di bilik suara, sisa nya mereka tidak mau tau menahu problematika yang terjadi di masyarakat.
Dinamika dan persaingan yang telah terjadi pun sudah sangat kita rasakan pada saat sekarang ini, rentetan dinamika yang begitu panjang tentunya tak lain hanya untuk mencari pamor dan meningkatkan elektabilitas.
Sebagai warga negara yang sadar dan bijak kita juga tidak bisa menutup diri akan perkembangan demokrasi, partisipasi kita tentunya menentukan arah Kerinci ke depan maka dari itu mari melihat,mendengarkan serta mengkaji secara seksama Visi Misi dari para Bakal Calon Kepala Daerah kita.
Walaupun pencitraan hal yang wajar dilakukan oleh aktor politik disaat momen Pilkada, tapi ada baiknya pola dari membangun citra di masyarakat dibangun jauh-jauh hari dan memang di dasari dari hati dan niat yang tulus. Memang tidak ada yang salah dari perbuatan baik untuk bersillaturahmi dan mendekatkan diri dengan masyarakat akan tetapi bukan hanya untuk kepentingan sesaat. Sehingga masyarakat dapat menilai secara objektif dan yakin untuk menggunakan hak pilihnya di bilik suara.
Harapan nya nanti, kepada seluruh para kandidat calon Bupati Kerinci yang sudah ditetapkan KPU mendatang agar benar-benar berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan di kabupaten kerinci, meningkatkan kualitas Sumber daya Manusia(SDM), memanfaatkan areal persawahan dan perkebunan untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat,bersikap adil atas segala bentuk ketimpangan dan kejahatan serta untuk selalu melindungi dan berada di pihak rakyat ketika terjadi konflik di tengah masyarakat.