Oleh: Komunitas Pejuang Masyarakat Jambi, Ir. Drs. H.Asrizal P Malano. M.Si.IPM
Masifnya aktivitas tambang batubara, baik resmi maupun ilegal menyisakan banyak lubang bekas tambang di Jambi Pemerintah dan perusahaan tambang dinilai abai dengan kondisi ini.
Lubang bekas tambang berbahaya karena kedalamanya dan juga karena tak dipasangi papan penanda. Selain itu, hasil investigasi media nasional Kompas juga menunjukkan, air dalam lubang itu mengandung logam berat seperti mangan dan besi, di atas ambang batas aman. Jika dikonsumsi, air dalam bekas lubang tambang dapat membahayakan kesehatan.
Pada kasus tambang batubara di Kalimantan diketahui bahwa
Kandungan mangan (Mn) pada sampel air pertama mencapai 9,21 mikogram per liter. Jumlah tersebut 18 kali lipat lebih besar dari ambang batas maksimal air bersih yaitu 0,5 mikrogram per liter.
Kandungan besi (Fe) pada sampel air tersebut mencapai 3,27 mg/liter. Jumlah tersebut lebih dari tiga kali lipat dari ambang batas maksimal air bersih yang hanya 1,0 mg/liter. Selain itu, derajat keasaman (pH) air di danau tersebut mencapai 2,76 yang berarti konsentrasinya sangat asam.
Menurut Suprapto (2008), lahan bekas tambang memiliki permasalahan fisik tanah terkait tekstur dan struktur tanah, permasalahan kimia tanah terkait pH tanah, kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity, serta permasalahanbiologi tanah terkait tidak adanya tutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial
Kolam raksasa ini menganga begitu saja seakan tak ada yang harus bertanggung jawab. Danau danau bekas tambang itu menampung air. Kalau ada anak yang tercebur mati, kalau sudah demikian pemerintah baru mau turun tangan.
Danau-danau bekas galian tambang ini milik perusahaan, yang berjumlah ratusan. Mereka punya izin usaha pertambangan (IUP), tersebar di enam kabupaten di Jambi. Ada Muaro Bungo, Sarolangun, Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, dan Tanjung Jabung Barat.
Beberapa perusahaan yang terdapat di Sarolangun seperti PT Jambi Prima Coal, PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, PT Tamarona Mas International, PT Hutamas Koado, dan PT Sarolangun Bara Prima. Lalu, PT Dinas Kalimantan Coal, PT Ganesha Jaya, PT Sarolangun Prima Coal, dan PT Konko Padma Manggala.
Pertanyaan yang cukup mengelitik adalah:
1. Bagaimana dengan kewajiban Reklamasi lahan bekas tambang?
2. Berapa besar dana Reklamasi Lahan bekas tambang batubara yang harus dibayar oleh perusahaan?
3. Apakah dana itu sdh dibayar oleh perusahaan?
4. Kepada siapa pembayaran dana Reklamasi diserahkan?
5.Adakah bukti otentik tentang pembayaran itu?.
Ini merupakan persoalan mendasar yang harus di investigasi oleh pihak berwajib.
Sebenarnya aturan dan perangkat yang mengatur Reklamasi sudah ada.
Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang Keputusan dan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik, dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Lalu apakah danau- danau yang menganga itu akan kita biarkan begitu saja? Disinilah perlunya seorang kepala daerah yang cerdas.
Jika pemerintah ingin menyelamatkan rakyatnya, banyak cara yang bisa kita lakukan untuk itu diperlukan program yang Holistik. Wassalam!