Jambi – Polda Jambi memberi isyarat segera untuk menentukan tersangka dalam kasus penggunaan ijazah milik orang lain yang diduga dilakukan oleh Amrizal anggota DPRD Kerinci periode 2014-2019 dan 2019-2024.
Perkara ini ditangani Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jambi setelah menerima laporan dari masyarakat beberapa bulan lalu.
Penyidik telah melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk memeriksa pemilik ijazah yang sah, serta mantan Kepala SMPN 1 Bayang.
Intinya, pemeriksaan tersebut menunjukkan ada dua individu bernama Amrizal yang lahir pada tahun berbeda dan berasal dari tempat yang berbeda. Pemiliknya cuma satu orang.
Ijazah dengan Buku Pokok (BP) atau disebut Nomor Induk 431 dipastikan bukan milik Amrizal lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli tahun 1976, yang kini menjadi Caleg DPRD Provinsi Jambi terpilih, melainkan milik Amrizal yang lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974.
BP atau nomor induk merupakan nomor khusus yang hanya dimliki satu orang sebagai nomor identitas siswa sampai dinyatakan lulus.
Jika tetap dilantik sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi pada Senin, 9 September mendatang, dan kemudian terbukti bersalah, Amrizal dipastikan tidak akan menjabat lama.
Ia berpotensi menghadapi proses hukum yang kompleks, jika berlanjut ke tingkat pengadilan. Ini berarti adanya risiko hukuman penjara dan denda untuk mengembalikan kerugian negara selama sepuluh tahun jabatannya di DPRD.
Proses Hukum Terus Bergulir
Polisi menunjukkan kemajuan dalam penyelidikan kasus tersebut, mempengaruhi reputasi dan karier politik Amrizal, yang berpotensi segera menjadikannya sebagai tersangka dalam waktu dekat.
Penyelidikan dilakukan secara cermat dan terperinci dengan melibatkan banyak saksi dan verifikasi dokumen yang berkaitan. Polda Jambi berkomitmen untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan.
“Kalau itu dianggap cukup buktinya, pasti akan ada peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan, karena sudah ditemukan dugaan pidana di situ,” kata Direktur Direktorat Kriminal Umum Polda Jambi, Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira kepada wartawan pada lusa lalu, Rabu, 4 September 2024.
Amrizal Ogah Respon
Amrizal tidak menunjukkan respons signifikan terhadap laporan yang dilayangkan ke Polda Jambi. Awak media berusaha untuk menghubunginya, tetapi tidak merespons panggilan maupun pesan yang dikirim.
Pesan dikirim oleh awak media sejak Kamis, 29 Agustus 2024, sekira pukul 16.14 WIB melalui Whatsapp, yang diketahui merupakan nomor miliknya dengan profil poto mengenakan jas Golkar warna kuning.
Amrizal tidak memberikan tanggapan atas pesan yang dikirim meskipun terlihat centang dua. Awak media juga berusaha meneleponnya, namun sambungan tetap berdering dan Amrizal tidak menjawab.
Modus Operandi
Modus yang diduga dilakukan oleh Amrizal seolah-olah tamat dari SMPN 1 Bayang dengan mengandalkan surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang pada Agustus 2007, untuk kemudian memperoleh ijazah Paket C dari sekolah PKBM Albaroqah di Desa Bedung Air, Kecamatan Kayu Aro, Kerinci.
Menariknya, ijazah Paket C tersebut diperoleh Amrizal beberapa bulan kemudian, yakni pada Desember 2007 untuk transkrip nilai dan ijazah diterima pada Januari 2008. Hal ini terjadi setelah ia mendapatkan surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang, yang menunjukkan bahwa ia juga diduga mendapatkan Paket C tanpa mengikuti proses belajar yang seharusnya.
Selain itu, Amrizal juga memperoleh surat kehilangan dari SDN 11 Kapujan yang dikeluarkan pada bulan dan tahun yang sama –Agustus 2007–. Ini semakin memperkuat dugaan bahwa ia menggunakan dokumen yang tidak sah.
Setelah mendapatkan paket C, di tahun 2009, Amrizal mencalonkan diri tetapi mengalami kegagalan. Namun, pada tahun 2014 dan 2019, ia terpilih sebagai anggota DPRD Kerinci, dan di tahun 2024 terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi.
Saat ini, Amrizal telah meraih gelar S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Nusantara Sakti (STIA-Nusa) pada tahun 2022. Gelar Sarjana Administrasi Pemerintahan (SAP) ini patut dipertanyakan mengingat ketidakjelasan latar belakang ijazah sebelumnya, di mana surat-surat kehilangan yang diperoleh Amrizal sangat mempengaruhi proses pengajuan ijazah Paket C.
Dengan mengandalkan surat tersebut, Amrizal berhasil melewati tahapan belajar yang seharusnya diikuti. Permasalahan mendasar muncul, karena terdapat kemungkinan bahwa Amrizal tidak menjalani pendidikan dengan semestinya, yang seharusnya menjadi syarat untuk memperoleh ijazah.
Pengakuan Pemilik Ijazah: Saya Terkejut Saja
Pemilik ijazah yang sah telah diperiksa oleh Polda Jambi pada Rabu, 21 Agustus 2024. Ia menyuarakan yang dirasakannya, serta mengklarifikasi kebenaran tentang ijazah yang sangat berharga baginya. Amrizal memastikan ijazah miliknya masih ia simpan hingga kini.
Amrizal menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Bayang pada tahun ajaran 1989/1990, nomor BP 431 dengan nomor seri STTB 537, dan ijazah tersebut tercatat sebagai miliknya terakhir sebagai siswa di SMP Muhammadiyah di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Amrizal tidak habis pikir bagaimana bisa identitas SMP dirinya dipakai oleh Amrizal anggota dewan partai Golkar tersebut.
“Awak (saya) tamat SMPN 1 Bayang tahun 90, dari SMP Muhammadiyah yang gabung ujiannya,” ujar Amrizal.
Ia tak tahu menahu identitasnya dipakai oleh Amrizal yang sudah sepuluh tahun menjabat sebagai anggota DPRD Kerinci, hingga muncul surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang di tahun 2007.
“Awak (saya) terkejut sajo kan, anggota DPRD ini makai (ijazah) namo awak (saya). Yang bermasalah dia, awak (saya) dak mau dibawa-bawa,” kata Amrizal.
Amrizal merupakan buruh petani sawit yang bekerja di kebun milik orang lain dan pulang setiap akhir pekan.
Istri Amrizal, Indrayani mengetahui identitas suaminya dipakai oleh orang lain setelah kasus ini menjadi viral, sehingga banyak keluarga yang kemudian bertanya kepadanya.
Situasi tersebut membuat Indrayani merasa tidak tenang dan dihantui rasa ketakutan, sampai mengalami kecemasan berlebihan ketika menerima tamu yang tidak dikenal.
“Kami memang gak ada salah, bapak jarang di rumah. Saya yang sering di rumah, jadi takut kalau dengan datang orang. Kalau gak ada bapak di rumah, saya gak kenal, saya intip saja. Kalau gak kenal, gak mau buka pintu karena takut,” jelas Indrayani.
Amrizal dan Indrayani tidak mengenal Amrizal DPRD Kerinci. Indrayani mengaku khawatir persoalan ini menyeret suaminya.
“Dia (suami) lahir tahun 74, dia (Amrizal DPRD) tahun 76, memang beda. Sama sekali memang nggak ada sangkut pautnya sama kami, jangan disangkut pautkan sama kami, kami masyarakat biasa,” kata Indrayani.
Amrizal dan Indrayani berharap agar masalah ini dapat cepat teratasi dan keadilan dapat ditegakkan demi melindungi nama baik keluarga mereka.
Pernyataan Kepala Sekolah: Tidak Ada Nama Amrizal yang Anggota DPRD
Mantan Kepala SMP Negeri 1 Bayang, Harmen, memastikan ijazah itu bukanlah milik Amrizal anggota DPRD.
“Ketika dicek keabsahannya di buku pengambilan ijazah/STTB tamatan tahun ajaran 1988-1990 tidak ada nama Amrizal alamat Kemantan Kerinci yang lahir 17 Juli tahun 1976 dengan nomor BP 431 dan nomor STTB 072387. Yang ditemukan adalah data Amrizal yang lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974, dengan nomor BP 431 dan nomor seri STTB 537,” ujar Harmen, usai diperiksa Polda Jambi.
Alasan Harmen memastikan ijazah itu adalah milik Amrizal lahir Kapujan bukan tanpa alasan, berdasarkan kalkulasi usia masuk sekolah hingga lulus SMP.
“Kita ambil standard bahwa Amrizal yang lahir Kemantan tahun 1976 dan masuk SD usia 6 tahun berarti pada tahun ajaran 1982/1983 ia sudah kelas 1, setelah 6 tahun berarti lulus SD 1988/1989. Jika diperhitungkan proses pendidikan SMP selama 3 tahun maka dia seharusnya lulus pada tahun ajaran 1991/1992. Kalau dia masuk SD umur 5 tahun maka menjadi tamatan tahun 1990/1991, mungkinkan dia masuk umur 5 tahun?,” katanya.
Ali Amri, kepala SMPN 1 Bayang sebelum Harmen, juga mengakui hal serupa melalui sebuah surat tertanggal 24 Mei 2014. Surat dari Ali Amri tersebut bertujuan untuk meluruskan kesalahan dari surat sebelumnya yang telah melegalisir dan mengakui surat kehilangan ijazah milik Amrizal yang dibuat oleh kepala sekolah sebelumnya, Erman Ahmad, pada Agustus 2007.
Kata Keluarga dan Kawan Satu Angkatan Amrizal Pemilik Ijazah yang Sah
Penyataan Harmen dan surat Ali Amri kembali diperkuat oleh pernyataan Rita Yuharti, kakak kandung Amrizal. Rita membenarkan adiknya bernama Amrizal bersekolah di SMP Muhammadiyah dan tamat di SMPN 1 Bayang Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Adiknya lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974, bukan Amrizal kelahiran Kemantan Kerinci pada 17 Juli tahun 1976, yang sekarang menjadi anggota DPRD Kerinci.
Rita meyakini adiknya tidak mengetahui dan tidak memahami bahwa identitasnya dipakai oleh orang lain. Apalagi sampai ada surat keterangan dari SMP N 1 Bayang sebagai surat kehilangan ijazah yang dikeluarkan pada tahun 2007.
“Ambo raso inyo indak mengerti,” kata Rita.
Teman seangkatan Amrizal juga memberikan keterangan. Menurut Andi, ia mengetahui ia dan Amrizal ujian dan tamat pada tahun yang sama di SMPN 1 Bayang, hanya Amrizal yang lahir di Kapujan, bukan Amrizal kelahiran Kerinci yang kini menjadi anggota DPRD Kerinci.
“Saya hanya tahu Amrizal yang sekarang tinggal di Air Molek,” kata Andi ketika disertai foto Amrizal yang sebenarnya.
Cerita Mantan Ketua Golkar Era Amrizal
Mantan Ketua DPD II Golkar Kerinci, Sartoni, mengungkapkan keprihatinan terhadap peristiwa Amrizal.
“Saya sangat prihatin dengan kasus Amrizal DPRD Kerinci, bagaimana bisa sampai terjadi seperti ini,” ujarnya.
Sartoni menjelaskan bahwa sebenarnya kasus ini telah bergulir sejak tahun 2014 dan belum diselesaikan oleh Polres Kerinci.
“Baru menyadari ketika ia digugat oleh Edi Sandora ke Polres Kerinci karena terdapat kejanggalan dalam cara memperoleh paket C,” katanya.
Sebagai ketua pada waktu itu, Sartoni cuma memeriksa ijazah paket C yang diserahkan Amrizal, termasuk berkas legalisir dan asli saat mendaftar sebagai calon legislatif. Tidak meneliti lebih jauh tentang proses Amrizal memperoleh ijazah paket C yang diduga tidak sesuai aturan, yaitu dengan menggunakan ijazah SMP milik orang lain yang kebetulan memiliki nama sama.
Namun sayang, hingga masa jabatannya sebagai ketua berakhir, kasus tersebut belum terselesaikan oleh Polres Kerinci, walaupun sejumlah saksi telah dimintai keterangan.
“Golkar pada tahun itu menunggu hasil penyelidikan kepolisian dari gugatan Edi Sandora, salah atau benarnya,” ujar Sartoni, memastikan dirinya juga pernah memanggil Amrizal ke kantor DPD II Kerinci, di mana Amrizal membantah seluruh tuduhan tersebut.
Sartoni sekarang menjabat sebagai Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Kerinci berharap proses hukum ditangani oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Jambi berlangsung secara transparan, karena hal ini dapat menciptakan dampak yang serius terhadap sistem integritas pendidikan di daerah. Reputasi Golkar pun bisa terancam jika tidak dihadapi dengan serius dan transparan.
Menunggu Keputusan Polisi
Partai Golkar, tempat Amrizal bernaung, telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menunggu hasil penyelidikan dari Polda Jambi
“Saya lihat kasusnya bergulir, bukti-bukti makin terbuka,” ujar Cek Endra, Ketua DPD I Golkar Provinsi Jambi.
Menurut Cek Endra, hasil penyelidikan Polda Jambi akan sangat menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Golkar.
“Karena sudah dilaporkan ke Polda, kita tetap menunggu hasil keputusan Polda,” kata Cek Endra, juga mantan Bupati Sarolangun dua periode.
Cek Endra menegaskan bahwa partai Golkar tidak akan menutup mata terhadap kasus Amrizal. Apabila Amrizal terbukti bersalah, prosedur Pergantian Antar Waktu (PAW) akan dilakukan.
“Kalau memang ada kebenarannya, kita pulihkan. Kalau ternyata memang bersalah, berarti tidak bisa menjadi anggota DPRD, pasti kita PAW-kan,” kata anggota DPR RI terpilih tersebut.
Menyita Perhatian Publik
Masyarakat berhak untuk mendapatkan wakil rakyat yang tidak hanya berpengalaman, tetapi juga memiliki kejujuran dalam riwayat pendidikan. Kasus ini mengubah pandangan publik terhadap dunia pendidikan dan DPRD.
Dinas pendidikan, khususnya sekolah, diharapkan dapat lebih cermat dalam pengeluaran surat keterangan kehilangan ijazah agar kejadian serupa tidak terulang.
Situasi ini juga menggugah berbagai reaksi berbagai masyarakat dan dari netizen, yang mempertanyakan bagaimana individu dengan latar belakang pendidikan minimal dapat menduduki posisi penting di lembaga legislatif.
Hal ini menimbulkan keprihatinan dan kekecewaan yang merasa perjuangan mereka untuk pendidikan tinggi sia-sia. Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan ini berimplikasi luas, baik untuk kepercayaan publik terhadap institusi politik maupun terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
Media sosial menjadi arena bagi warganet untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terkait kasus Amrizal. Komentar yang muncul di akun Instagram menunjukkan kemarahan yang mendalam.
Banyak yang menuliskan kalimat tajam, mempertanyakan integritas sistem seleksi calon legislatif yang memungkinkan individu dengan dugaan kecurangan mendaftar dan terpilih.
Berdasarkan kolom komentar akun instagram peristiwa_sekitar_jambi, yang diamati media ini. Postingan itu menampikan kasus Amrizal.
“Wow kok bisa, apakah anggota dpr yg lain bisa seperti ini jga hmmmm,” tulis pemilik akun lilpumskit3170.
Netizen mempertanyakan bagaimana Amrizal lolos dalam seleksi berkas.
“Waduh gimana dulu waktu seleksi bahan berkas peryaratan untuk calon dpr, kok bisa lolos ya?,” tulis sugiman308.
Postingan yang menampikan kasus Amrizal dibanjiri hujatan juga menimbulkan reaksi di akun instagram lain, kabarjambiupdate.
Pertanyaan menarik juga muncul terkait dengan proses seleksi yang dilalui Amrizal. Netizen bertanya-tanya bagaimana panitia seleksi bisa mengabaikan detail penting seperti keaslian ijazah.
“Saat pendaftaran kan ada tim verifikasi,salah satu yg d verifikasi ya ijazah,Krn termasuk syarat untuk bisa lolos bacaleg… wallahua’lam bissawaf,” kata hamzahtungkal.
Kekecewaan ini semakin meningkat ketika masyarakat menyadari bahwa banyak dari mereka yang memiliki potensi tidak diakui karena ketidakadilan yang ada dalam sistem.
“Bisa kecolongan,” tulis _muhammad.kurniawan_.
Kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi dalam kepemimpinan seakan sirna oleh praktik yang mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem seleksi
“Ada uang beres jadi kenapa harus skolah tinggi2,” ucap denbagus468.
Di antara komentar netizen, terdapat rasa frustrasi dari mereka yang telah berjuang menyelesaikan pendidikan tinggi namun masih menganggur. Merasa bahwa perjuangan tidak dihargai ketika melihat individu dengan latar belakang pendidikan rendah berhasil menjadi anggota dewan.
Emosi ini menggambarkan ketidakpuasan mendalam yang muncul dari ketidakadilan dalam sistem, di mana pendidikan seolah tidak lagi menjadi faktor penentu dalam meraih kesuksesan.
“YARRABI.E KAMI SUSAH2 SEKOLAH SAMPE SARJANA MALAH NGANGGUR PULAK, IKO MODAL TAMAT SD BISO JADI ANGGOTA DEWAN,” timpal putrisalsabillaa_
Meski situasi ini penuh kontroversi, warganet yang berharap agar kasus Amrizal dapat ditangani dengan cepat dan adil. Mereka ingin melihat sistem hukum yang berfungsi, di mana setiap individu diperlakukan sama di hadapan hukum, tanpa pandang bulu. Harapan ini mencerminkan keinginan masyarakat untuk melihat perubahan yang nyata dan peningkatan integritas di dalam lembaga-lembaga publik.
“Gini nih kalo kaya tapi malas sekolah..Kawal sampai tuntas. jangan sampai amplop sebagai penangkal hukum,” tulis allen.pratama1.
Jangan Ragu Tetapkan Sebagai Tersangka dan Seret KPU-Bawaslu
Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Jambi, Nasroel Yasier, mendesak Polda Jambi segera menetapkan status hukum serta hasil dari penyelidikan yang sedang berlangsung.
“Kami mendesak supaya polda segera memberikan kepastian hukum mengenai kasus dialami Amrizal yang diduga memakai ijazah orang lain untuk kepentingan pribadi,” ujar Nasroel.
Menurut Nasroel, jika terbukti Amrizal menggunakan identitas ijazah milik orang lain, Polda Jambi diminta untuk tidak ragu-ragu segera menetapkannya sebagai tersangka. Bahkan dalam hal ini, Amrizal juga harus digugurkan dari jabatannya sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi terpilih berdasarkan peraturan KPU.
“Bagi polisi, tidaklah sulit untuk menentukannya, cukup bandingkan dengan ijazah SMP pemilik aslinya. Kemudian, dibandingkan pula dengan yang dimiliki Amrizal anggota dewan ini,” kata Nasroel.
Wakil Ketua Pengurus Muhammadiyah itu berkata, kasus tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena dapat merusak integritas dunia pendidikan di tanah air, tetapi juga berdampak luas pada sistem demokrasi dan kepercayaan publik.
Nasroel juga menyampaikan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak oleh Polda Jambi semakin menegaskan bahwa kasus Amrizal sudah dapat disimpulkan sebelum pelantikan bulan September ini.
Bukan hanya merugikan individu namun juga mencoreng nama baik lembaga DPRD Provinsi Jambi yang seharusnya menjadi panutan. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil.
“Polisi harus menentukan status kasusnya sebelum pelantikan dan memberikan kepastian hukum, apakah benar atau salah. Jika tidak, akan terus-menerus menjadi polemik di tengah masyarakat,” katanya.
Kejelasan status hukum dimaksud Nasroel sangat penting. Penetapan status ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum bagi Amrizal tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap institusi legislatif.
Jika terbukti bersalah, hal ini dapat menjadi preseden bagi calon anggota dewan lainnya dalam menjaga integritas akademis mereka. Keputusan yang diambil oleh Polda Jambi akan menjadi titik kunci dalam kasus ini.
Aktivis Anti Korupsi, Jamhuri, justru menyatakan penolakan terhadap pelantikan Amrizal sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi tidaklah cukup. Ia juga mendesak pihak kepolisian untuk mengambil tindakan hukum terhadap Bawaslu dan KPU.
“Karena muaranya ada di sana,” ujar Jamhuri pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Jamhuri menjelaskan, tindakan ini merupakan preseden buruk bagi lembaga yang dipercaya negara untuk bertindak atas nama publik. Ini juga dapat meracuni pendidikan politik anak bangsa.
“Di sinilah letaknya peranan norma atau kaidah hukum pembuktian membuktikan sejauh mana tingkat cacat logika dan cacat nalar serta sesat pikiran yang diderita oleh oknum yang berada dibalik sandiwara lolosnya sipengguna ijazah palsu dimaksud,” katanya.
Menurut Direktur Eksekutif LSM Sembilan itu, permasalahan ini tidak hanya sebatas indikasi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 263 juncto Pasal 266 KUHP. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya isu suap menyuap yang memperburuk praktik verifikasi dan validasi.
“Tidak menutup kemungkinan adanya persoalan suap menyuap untuk menghiasi bobroknya kemilau warna hak verivali (Verifikasi/Validasi),” katanya.
Jamhuri menegaskan bila terbukti secara sah dan meyakinkan, hal ini menandakan bahwa di Indonesia semakin banyak pengkhianat demokrasi dan pemerkosa suara rakyat.
“Jika terbukti secara sah dan meyakinkan di hadapan hukum artinya warga negara Indonesia ini telah bertambah dengan kehadiran barisan para pengkhianat demokrasi dan pemerkosa,” ucapnya.
IMM Minta Hukum Ditegakkan Tanpa Pandang Bulu
Darah Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kerinci, Fidlan Eldizan, tampak mendidih begitu mengetahui identitas ijazah keluarga alumni mereka digunakan oleh orang lain.
“Segampang itu demi kepentingan pribadi bisa mengambil hak atau milik orang lain,” ujarnya, Senin, 26 Agustus 2024.
Fidlan mengungkapkan, sebagai kader Muhammadiyah, ia mengecam keras tindakan Amrizal anggota DPRD, yang berani menggunakan hak orang lain untuk kepentingan pribadi.
“Kami sangat prihatin dengan kasus ini,” ujar Fidlan, juga aktivis Muhammadiyah.
Ia bilang untuk memperoleh ijazah memerlukan berbagai proses serta prosedur yang harus dilewati. Sebagai kader Muhammadiyah, ia berharap Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat dapat terlibat membantu membela alumni itu.
“Kita juga berharap kepada kader-kader Muhammadiyah (IMM) yang ada di Sumatera Barat, baik itu ayahanda PDM/PWM Muhammadiyah dan Kakanda Pemuda Muhammadiyah untuk ikut memperhatikan persoalan ini, soalnya sudah menjadi perbincangan publik,” bebernya.
Ia paham betul bahwa muhammadiyah tertib administrasi kalau berbicara soal pendidikan.
“Pak Amrizal (pemilik ijazah) adalah bagian dari keluarga kita, yang telah menjalankan pendidikan di Sekolah Muhammadiyah. Mari kita jaga hak-hak yang menjadi miliknya,” ungkapnya.
Ia juga mendesak Polda Jambi yang sedang mengusut kasus tersebut harus tuntas tanpa pandang bulu.
“Penegak hukum kami sangat berharap untuk segera menyelesaikan perkara ini dengan seadil-adilnya,” tegasnya.
Massa Ancam Lapor Mabes Polri
Massa dari LSM Koalisi Masyarakat Peduli Jambi yang melaporkan kasus ini mendesak agar laporan mereka ditindaklanjuti.
“Kami tidak akan berhenti sampai di sini, bahkan akan melanjutkan laporan ke Mabes Polri sampai perkara ini jelas. Aparat penegak hukum harus tegas membedakan antara hitam dan putih,” kata Ketua LSM Kompej, Devri Boy.
Ia berharap proses hukum yang ditangani Direktorat Kriminal Umum Polda Jambi itu berlangsung secara transparan.
“Jika tidak terbukti, aparat penegak hukum harus mengeluarkan SP3 untuk laporan kami dengan bukti-bukti yang jelas. Kami juga tidak ingin menzalimi orang.
Namun, jika ini terbukti, kami ingin agar Amrizal diseret ke meja hukum untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya selama 10 tahun sebagai anggota DPRD Kerinci, karena ia telah menikmati fasilitas dan uang negara,” ucapnya