Jambi – Politisi senior Usman Ermulan mengemukakan kritik tajam terhadap kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengenai penerapan sertifikat elektronik.
Dalam pandangan mantan anggota DPR RI yang begitu mantang selama tiga periode di Komisi Keuangan-Perbankan dan Perencanaan Nasional itu, tidak semua warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang cukup mengenai sertifikat elektronik.
“Pemahaman masyarakat mengenai sertifikat elektronik masih sangat terbatas.
Tidak semua orang Indonesia memahami sertifikat elektronik itu, paham tulis dan membaca saja sudah syukur,” imbuhnya, Senin, 7 Oktober 2024.
Implementasi sertifikat elektronik berpotensi memperparah konflik agraria di Indonesia. Ia menduga akan ada oknum yang dapat memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk kepentingan pribadi.
“Konflik agraria di tanah air sudah menjadi masalah serius, dan pengenalan sistem yang baru seharusnya tidak membuat keadaan lebih buruk,” ujar mantan Bupati Tanjung Jabung Barat dua periode ini.
Usman mengingatkan mengenai ancaman keamanan yang melekat pada sertifikat tanah elektronik. Ketika sertifikat tanah elektronik dikeluarkan, ada risiko tinggi bahwa sertifikat tersebut bisa diretas oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Kawan lama Presiden RI Ketiga Bj Habibie ini menegaskan, masyarakat berhak untuk menyimpan sertifikat fisik yang telah diterbitkan sebelumnya. Sertifikat fisik memberikan bukti kepemilikan yang ebih aman dibandingkan dengan sertifikat elektronik yang berpotensi lebih rentan. Ia mengajak semua warga untuk lebih berhati-hati dan menyadari pentingnya menjaga dokumen kepemilikan yang telah ada.
“Masyarakat jangan mau menyerahkan sertifikat aslinya kepada siapapun,” imbaunya.
Ia percaya dengan memegang sertifikat asli, masyarakat dapat melindungi hak-hak mereka dari berbagai macam ancaman. Langkah ini penting untuk melindungi dari kemungkinan penipuan atau pencurian identitas. (Deni)