Sawit Petani Swadaya tak Diperhatikan Dinas Perkebunan Seperti Tutup Mata
Kualatungkal, AP.- Terpuruknya harga sawit petani swadaya dibandingkan sawit plasma yang saat ini terjadi dikeluhkan oleh Perhimpunan Petani Sawit dan Karet (PPSK) Provinsi Jambi.
Mewakili petani swadaya, Usman Ermulan sebagai ketua PPSK Provinsi Jambi mempertanyakan kinerja Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dalam menaikkan harga sawit petani swadaya agar dapat sejajar dengan petani plasma.
Sejauh ini Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, sepertinya sengaja menutup mata dan tidak perduli akan kelangsungan hidup petani sawit, karet swadaya yang hingga kini sangat membutuhkan keadilan pemerintah dalam mengendali harga.
Ia pun mendesak pemerintah untuk campur tangan dalam penentuan dan pelaksanaan harga Kelapa Sawit yang setiap minggu dilakukan Provinsi Jambi melalui Disbun.
“Selama ini yang diputuskan rapat di perkebunan itu hanya dilaksanakan PKS terhadap mitranya petani plasma. sedangkan petani swadaya selisih harganya banyak. Terhadap pabrik yang bersangkutan,” ujar mantan Bupati Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Rabu (07/12) kemarin.
Kata dia ada ke tidak adilan, dengan alasan kualitas bibit yang tidak bagus retemen yang tidak jelas.
“Jadi kami PPSK mempertanyakan, bagaimana kinerja Disbun di Provinsi Jambi yang selama 15 tahun ini memakai dana Pemda provinsi Jambi dalam pembibitan benih sawit. Sehingga dia tidak bisa memflot daerah-daerah mana kemana penyebaran bibitnya. sehingga pks tidak mengakui bibit baik dari disbun itu, alasannya tetap begitu,” keluhnya.
Di contohkannya, minggu lalu harga kelapa sawit umur 10 tahun keatas dihargai Rp. 1970 yang berlaku untuk petani plasma. Tetapi petani non plasma tidak bisa begitu, malah dipabrik ada yang Rp. 1200 harganya selisihnya 700an.
“Disini sepertinya pemerintah tidak berdaya, dan kinerja perkebunan selama ini dalam hal pembibitan kelapa sawit itu dimana disebarkannya, sehingga kualitasnya oleh pabrik tidak diakui kualitas baik. kita pertanyakan disbun provinsi jambi menggunakan dana yang cukup besar untuk kegiatan itu. Karena yang menderita ini petani swadaya,” pungkasnya. her