Jambi, AP.- Perkembangan bank syariah di Provinsi Jambi belum mengembirakan. Pasalnya asset perbankan syariah di Provinsi Jambi hanya sebesar 5,92 persen dari total asset perbankan umum.
KepalaPerwakilan Bank Indonesia Perwakilan Jambi V Carlusa mengatakan seiring dengan terjadinya perlambatan perekonomian global pada tahun ini, industri perbankan secara umum sebagai bagian dari sistem keuangan nasional juga mengalami penurunan, termasuk perbankan syariah.
Hal ini tercermin dari indikator kinerja perbankan yang menurun. Aset perbankan syariah di provinsi Jambi mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, pada September 2016 aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 2,22 Triliun atau 5,92 persen dari total aset perbankan di Provinsi Jambi.
Disisi lain, penghimpunanDana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah juga mengalami penurunan hingga 39,06% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 999,58 miliar. Namun demikian, perbankan syariah tetap berupaya menjalankan perannya sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tercermin dari tingkat rasio pembiayaan (FDR) nya yang tinggi. Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga perbankan syariah di Provinsi Jambi pada September 2016 mencapai angka 218,91 persen.
“Keberadaan perbankan syariah di Provinsi Jambi hinggga saat ini belum menunjukan perkembangan yang signifikan jika dilihat dari proporsi asset, pembiayaan dan kredit bila dibandingkan dengan bank konvensional,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, Selasa (13/12/2016) pada acara seminar perjalanan perbankan syariah di Indonesia.
Menurutnya berdasarkan hasil diskusi focus group yang dilakukan dengan MUI, Akademisi, dan perbankan syariah didapat informasi perkembangan perbankan syariah terkendala beberapa aspek. Antara lain minimnya sosialisasi dan pengenalan kepada pihak-pihak terkait mengenai ekonomi islam dan lembaga keuangan syariah. Selain itu dalam prakteknya perkembangan ekonomi islam dan keuangan syariah selama ini belum terkoordinasi dengan baik. “Masyarakat belum memahami konsep perbankan syariah,” ujarnya.
Carlusa melihat potensi pasar perbankan syariah di Provinsi Jambi yang mayoritas penduduk beragama islam belum sepenuhnya digali secara maksimal. Ini terlihat hingga akhir tahun 2015 lalu jumlah kantor perbankan syariah hanya 44 kantor. Perbandingan sangat jauh sekali dengan perkembangan bank konvensional yang mencapai 408 kantor.
Selanjutnya, permasalahan lain yaitu masih minimnya fasilitas yang dimiliki perbankan syariah. Seperti kantor cabang yang masih sedikit dan minimnya sosialisasi tentang produk-produk bank syariah. “BI merekomendasi penambahan fasilitas berupa menambah kantor cabang dan menambah jumlah ATM,” jelas Carlusa.
Selain itu pelayanan perbankan syariah dirasa cukup sulit dalam pinjaman pembiayaan. Terbatasnya plafon pinjaman dan jangka waktu pengembalian, sehingga dapat bersaing dengan bank konvensional. “Hasil survey 18,50 persen responden menyatakan perbankan syariah dapat mempermudah proses pengajuan kredit dan pencairan dana,” ungkapnya.
Hadir dalam seminar tersebut Kepala Departemen riset kesentralan BI Andang Setyobudi, Rektor IAIN Sultan Thaha Jambi H Hadri Hasan. Menghadirkan pembicara Ali Sakti membahas tentang buku perjalanan perbankan syariah di Indonesia dan Rini Darini membahas tentang kajian penggunaan bilyet giro dan cek di masyarakat. Dengan moderator Prof Dr H Amri Amir yang dihadiri unsur perbankan, dan mahasiswa.mj/mas