Kualatungkal, AP – Warga tiga Desa yakni Desa Muntialo, Desa Serdang Jaya dan Desa Mandala Jaya, Kecamatan Betara Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) mengadu ke Dewan. Kedatangan tiga Desa tersebut tidak lain mengadukan nasib mereka. Pasalnya, dampak Kanal Deras milik PT. WKS yang melintasi Kecamatan setempat yang tidak sanggup menahan debit air, menyebabkan area perkebunan warga setempat terendam banjir.
Akibatnya, tanaman diarea perkebunan warga ditia Desa di Kecamatan Betara yakni Desa Muntialo, Desa Mandala Jaya dan Desa Serdang Jaya mati. Seperti tanaman Kopi, Pinang, Karet dan tanaman lainnya yang secara otomatis melumpuhkan ekonomi warga setempat.
Wanwan Irawan Camat Betara usai mengikuti Hearing kepada harian Aksi Post menuturkan, ternyata Kanal Deras yang dibuat untuk membuang debit air ketika hujan ke Sungai Betara, posisinya melintangi Sungai Betara. Sehingga saat hujan turun, aliran air dari Wilayah Ulu Tanjab Barat yakni dari Pematang Buluh dan Rantau Panjang menjadi terlambat mengalir dan berakibat banjir.
“Jadi permohonan warga agar Kanal Deras tidak melintangi Sungai Betara yang mengakibatkan banjir,” beber Camat, Kamis (05/01).
Namun, ketika akan menyerongkan Kanal Deras tersebut akan berdampak ke masyarakat pemilik kebun. Semetara kebun sawit yang dimiliki warga sedang produktif. Bahkan diakui Camat, saat melakukan survei Speed Boat yang digunakan tidak mampu menembus Kanal Deras.
“Jadi saya menawarkan ke masyarakat kalau memang warga mau mengubah jalur Kanal Deras silahkan. Kita akan temui WKS. Bayangkan sebegitu besar sungai Betara airnya tertahan Kanal Deras. Memang antara persimpangan Sungai Betara dan Kanal Deras tidak ada arus. Itulah yang mengakibatkan over load membajiri perkebunan,” ungkapnya.
Sementara Taufik Hidayat salah seorang warga Mandala Jaya mengungkapkan, luapan Kanal Deras tanaman kopi mati. Dampaknya sangat besar pada tanaman. Padahal ditahun 1995 banjir dampaknya tidak sebesar ini.
“Kalau tanaman kopi itu daunya rontok dan menguning. Seakan air yang meluap mengandung racun. Sawit saja bias mati,” bebernya.
Karena kalau sawit inikan kata Taufik, kendati terendam setangah bulan, tidak akan mati, kalau air tidak beracun.
Hal senada juga dikatakan Jamhari warga Serdang Jaya. Pada tahun 80 an rutin banjir terjadi namun dampaknya tidak membuat tanaman mati.
“Kalau akibat luapan kanal itu tanaman karet aja bisa mati. Air sungai betara menajdi keruh dan berbau tidak bisa digunakan buat mandi dan mencuci,” keluhnya.
Jamil warga Muntialo juga menyampaikan hal serupa, dampak banjir ekonomi warga lumpuh. “Kopi, pinang mati,” sebutnya.
Jangan sampai peristiwa seperti ini berulang kali terjadi. Dirinya berharap kepada Pemerintah Daerah dapat menindaklanjuti apa yang menjadi keluhan masyarakat.
Menanggapi hal ini, Dedi Hadi, ketua Komisi II DPRD Tanjab Barat pada hearing itu meminta agar pihak-pihak terkait
bersama-sama melihat ke lapangan. Meskipun kini kondisi banjir sudah mengering. Tetapi dampak yang ditimbulkan masih bisa dicek.
“Saya berharap semua pihak mau bersama-sama memeriksa ke lapangan. Kita harus membantu warga. Karena lumpuhnya perekonomian warga ini berdampak juga pada daerah,” ujar
Dedi.
Dedi mengatakan, bahwa pihaknya akan mengajak turun semua pihak terkait. Pembahasan dan pengecekan di lapangan itu juga akan disertai detil angka-angka yang dibutuhkan. Seperti luas lahan yang terdampak. Jumlah tanaman yang terdampak dan berapa warga yang terdampak. Penyebab banjir dan jalur banjir yang harus ditelusuri.
“Turun ke lapangan ini bukan mencari masalah. Tetapi untuk melihat dan menelusuri pangkal persoalan. Sehingga kita bisa memformulasikan solusi yang tepat pada pokok persoalannya,” jelasnya. her