Sengeti, AP – Kementrian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) terus berbenah, terutama pada bidang pemetaan tanah. Pasalnya, permasalahan tumpang tindih sertifikat masih sering terjadi di tengah masyarakat yang berujung pada meja hijau.
Konflik yang saat ini sering terjadi di tengah masyarakat yakni tumpamg tindih keepemilikan tanah. Tak jarang permasalahan ini harus diselesaikan melalui jalur hukum. Hal ini terjadi karena proses pemetaan yang selama ini belum sempurna.
Seperti diungkapkan Kementrian ATR/BPN melalui Dirjen Tata Ruang, H. Jamaludin, beberapa waktu lalu. Dikatakannya, proses legalisasi hak tanah yang tumpang tindih selama ini terus diminimalisir oleh BPN.
“Ini kan terjadi (tumpang tindih sertifikat) beberapa tahun kebelakang. Karena pemetaan yang belum sempurna,” j elas H. Jamaludin, saat dikonfirmasi awak media saat kunjungan kerjanya ke Muarojambi beberapa waktu lalu.
Dijelaskan Jamaludin, sejak tahun 2010, pihak BPN terus memperbaiki proses pemetaan agar tidak terjadi lagi kasus tumpang tindih sertifikat. Program One Map Policy (Kebijakan Peta Tunggal) menjadi cara yang ditempuh BPN untuk memperbaiki proses pemetaan.
“Sejak 2010, pemetaan menjadi perhatian. Untuk itu kita punya kebijakan One Map Policy,” paparnya.
Dalam One Map Policy, kata Jamaludin, nantinya tanah yang ada dan sudah terdaftar di BPN akan dipetakan dengan apik, sehingga permaslahan tumpang tindih akan bisa diminimalisir sedini mungkin.
“Insya Allah dengan kebijakan dan upaya yang dilakukan oleh Kementrian ATR/BPN, dengan memetakan seluruh bidang tanah di Indonesia, sehingga kecil sekali ada kemungkinan terjadinya tumpang tindih,” pungkasnya.
Diharapkannya, terobosan yang dilakukan Kementrian ATR/BPN ini bisa meminimalisir terjadinya tumpang tindih sertifikat yang bisa saja berujung bentrok antar warga. bds