Jakarta, AP – Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mempertanyakan sikap Kementerian Pertanian yang tadinya termasuk pihak yang menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan, tetapi kemudian berbalik menjadi salah satu kementerian yang mendukung RUU inisiatif DPR itu.
“Apa apa? Apakah pertanian Indonesia mengandalkan tembakau? Padahal ada komoditas pertanian lain yang lebih perlu diatur,” kata Faisal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Faisal mengatakan produksi tanaman tembakau di Indonesia saat ini secara alamiah sudah menurun karena lahannya sudah mulai berkurang. Bahkan, 64 persen kebutuhan tembakau industri rokok nasional saat ini dipenuhi dari impor.
“RUU Pertembakauan bukan akan menguntungkan pertanian tembakau Indonesia, melainkan malah akan menguntungkan para pemain tembakau impor,” tuturnya.
Daripada mendukung RUU Pertembakauan, Faisal menyarankan Kementerian Pertanian lebih baik mengusulkan rancangan undang-undang untuk meningkatkan produksi pertanian dan benih tanaman utama.
Apalagi, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah disepakati bahwa industri tembakau adalah “sunset industry” karena produksinya menurun dan tidak akan ada kebijakan untuk melindunginya.
“Saat itu, industri tembakau sendiri menyetujui sehingga akan dipersiapkan transisi untuk pekerja industri tembakau bekerja di bidang lain dan petani tembakau beralih menanam tanaman lain,” katanya.
Sementara itu, mantan anggota DPR dari Fraksi Gerindra Soemaryati Arjoso menduga perubahan sikap Kementerian Pertanian terhadap RUU Pertembakauan terjadi setelah ada pertemuan dengan perwakilan industri rokok dan komunitas pendukung RUU Pertembakauan.
“Saya mendapat informasi ada pertemuan dengan industri rokok di Bogor pada Sabtu (25/2). Setelah pertemuan itu, daftar isian masalah dari Kementerian Pertanian sangat proindustri,” katanya. ant