Kualatungkal, AP – Tingginya intensitas curah hujan di bulan Februari 2017 ini menimbulkan gejala terjadinya penyakit yang mematikan, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Setidaknya dari pemetaan yang dilakukan Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), dari 13 Kecamatan yang ada, 9 (Sembilan) diantaranya merupakan wilayah yang rawan terjadinya DBD.
Dimana dari Sembilan Kecamatan yang rentan terjadinya DBD tersebut, tiga diantaranya masuk wilayah endemis. Sedangkan untuk enam Kecamatan lainya, masuk kategori wilayah potensi terjadinya DBD.
“Kalau untuk Wilayah Endemis itu yakni Kecamatan Tungkal Ilir, Kuala Betara, dan Bram Itam. Sedangkan Wilayah yang berpotensi DBD yakni Kecamatan Sebrang kota, Pengabuan, Senyerang, Muara Papalik, Tebing Tinggi,dan Kecamatan Betara,” kata Kabid P2P Dinkes Tanjab Barat, dr. Johannes J Sitorus, saat disambangi wartawan di ruang kerjanya.
Untuk itu pihak Dinkes menghimbau kepada seluruh warga Tanjabbar, apabila ditemukan ada keluarga yang menderita demam selama tiga hari dengan suhu demam tinggi, hendaknya melakukan pengecekan darah sebagai antisipasi dini terhadap dugaan DBD.
“Kalau ada ditemukan keluarga atau anggota keluarga yang menderita Demam selama tiga hari, kita anjurkan melakukan pemeriksaan darah. Ini dilakukan guna mengantisipasi jangan sampai keluarga kita masuk tahap DBD yang kronis,” imbuhnya.
Hal itu dilakukan kata Dr. Jo sapaan akrab Kabid P2P Dinkes Tanjabbar ini, sebagai antisipasi dini. Sebab kasus DBD ini terjadi pada infeksi pertama, penderita hanya akan menderita gejala yang lebih ringan dan jarang terjadi komplikasi, dimana keadaan ini biasa disebut sebagai dengue fever (DF). Kemudian beranjak kepada stadium Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue, ditandai oleh adanya manifestasi perdarahan dan tendensi untuk terjadinya Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.
“Harusnya dari stadium DF, DHF dan DSS yang kita flot bisa diputus mata rantainya di DF saja,” ulasnya.
Sementara dengan adanya anak-anak yang menderita demam selama tiga hari, pihak Dinkes bisa melakukan observasi sehingga anak-anak tersebut tidak masuk stadium DHF ataupun DSS.
“Kenalilah demam anak-anak yang kurang lebih tiga hari. Lakukan pemeriksaan darah. Dan bagi yang belum tahu dengan gejala demam berdarah hendaknya masyarakat berkonsultasi dengan orang kesehatan. Seperti di Puskesmas terdekat, ataupun bidan atau mantri di praktek terdekat,” saranya.
“Dan juga kepada masyarakat dihimbau untuk melakukan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur), sebagai langkah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), “ tambahnya.
Selain kerjasama dari masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk, pihak Dinkes juga memberi motivasi kepada petugas kesehatan untuk melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE).
“Dalam PE ini sudah termasuk PSN, 3 M dan pemberian bubuk Abate,” terangnya.
Dengan harapan apabila PE ini dilakukan angka kasus Demam Berdarah Dengue bisa menurun. Intinya pihak Dinkes tetap melakukan antisipasi. Dan juga tidak luput dari peran serta masyarakat yang turut melaporkan bila ada anggota keluarga yang diduga menderita DBD.
“Nanti apabila kasus itu ditemukan RT setempat bisa membuat laporan ke kita kemudian akan kita tindaklanjuti. Kita akan ikut sertakan petugas puskesmas melakukan Peyelidikan Epidemiologi. Kalau ditemukan selama tiga hari berturut-turut ada kasus baru lagi, kita akan lakukan fogging (pengasapan). Begitu juga sebaliknya kalau tidak ditemukan kasus baru kita cukup di Penyelidikan Epidemiologinya saja,” sebutnya.
“Dengan begitu resistensi yang dilakukan terhadap demam berdarah bisa dilakukan dengan PE oleh petugas puskesmas. Agar angka kesakitan dan kematian akibat DBD pada musim yang disangkakan terjadinya DBD seperti musim penghujan, bisa menurun secepatya,” tandasnya. mg