Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, berpendapat ada makna dibalik pengungkapan nama-nama besar dugaan korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP).
“Ada yang pro dan ada pula kontra sekalipun lebih kecil terkait pengungkapan nama-nama besar itu. Namun, tidak sedikit masyarakat skeptis bahwa kasus korupsi dugaan melibatkan nama orang tersebut dapat terungkap. Penyebutan ada nama-nama orang besar tersebut, setidaknya ada dua makna di balik ungkapan Ketua KPK,” ujar Emrus Sihombing.
Pertama, pernyataan tersebut sebagai pra-kondisi di tengah masyarakat bilamana ada “serangan” balik atau penolakan dari orang yang punya nama besar tersebut maupun dari kelompok kepentingan, pada saat nama mereka terungkap di pengadilan.
“Sehingga publik dapat memahami dan berpotensi memberi penilaian yang kurang produktif bagi siapapun yang diduga melakukan “serangan balik”,” kata dia.
Inilah yang disebut sebagai upaya menciptakan “immunisasi komunikasi” karena terlebih dahulu “menyuntikkan virus” yang sudah dilemahkan dengan menyebut ada nama besar terkait pengadaan e-KTP.
Jadi, publik akan cenderung menolak bilamana ada pembelaan apapun dari pelaku dugaan korupsi.
Dengan “immunisasi komunikasi” tersebut, ia mengatakan proses penegakan hukum terkait dengan dugaan pengadaan e-KTP dapat berjalan tanpa gangguan yang berarti dari para aktor “pembela” pelaku dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Kedua, lanjutnya dapat dimaknai sebagai kurangnya kepercayaan diri Ketua KPK bila menghadapi penolakan dari siapapun terkait nama besar dalam dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
“Jika punya kepercayaan diri, sejatinya Ketua KPK tidak perlu mengungkapkan kepada publik bahwa ada nama besar di balik dugaan korupsi dugaan e-KTP. Biarkan saja mengalir sesuai dengan tahapan prosedur hukum. Sekarang saja, ungkapan ketua KPK tersebut memunculkan berbagai spekulasi siapa-siapa nama orang besar tersebut,” kata dia.
Bahkan di berbagai sosial media, beredar nama-nama orang besar tersebut. Tentu, spekulasi tersebut sangat tidak produktif dalam proses penegakan hukum dan sekaligus berpotensi terjadinya “penghukuman” publik dan seakan mengabaikan azas praduga tak bersalah, melalui wacana publik terkait nama-nama orang besar yang diduga terlibat korupsi pengadaan e-KTP.
“Bahkan ada pimpinan lembaga negara kita mengingatkan KPK agar tidak membuat kegaduhan politik soal dugaan keterlibatan nama-nama orang besar negeri ini dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP,” kata dia. ant