Jakarta, AP – Pemerintah Australia dan Kementerian Agama RI bekerjasama mengembangkan pendidikan Islam di Tanah Air melalui program Partnership in Islamic Education Scholarship (PIES) yang diperuntukkan bagi dosen-dosen yang sedang menempuh pendidikan S3 di universitas-universitas Islam Indonesia.
Menurut Direktur Program PIES Greg Fealy dalam konferensi pers peluncuran buku karya para alumni program tersebut di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, Selasa (04/04), program beasiswa pendidikan selama satu semester di Australian National University (ANU) ini unik karena tidak memilki syarat kemampuan berbahasa Inggris.
“Tidak masalah kalau calon peserta hanya menguasai bahasa Inggris dasar karena kami ingin dosen-dosen berbakat di Indonesia memiliki kesempatan belajar di luar negeri tanpa terhambat kendala bahasa,” kata dia.
Setiap tahun program PIES dibuka untuk tiga perempuan dan tiga laki-laki, yang terdaftar sebagai PNS atau dosen tetap di universitas swasta Islam, dan sedang menempuh pendidikan doktoral.
Selama satu tahun di ANU, keenam peserta akan mengikuti kuliah keterampilan akademik dan penulisan, menghadiri seminar dan konferensi secara teratur, serta mengikuti kegiatan ilmiah dan keagamaan yang diselenggarakan komunitas mahasiswa Indonesia di Canberra.
Seluruh proses pembelajaran dan pelatihan dilakukan dalam bahasa Indonesia oleh para profesor ANU yang merupakan indonesianis yang memiliki spesialisasi dalam bidang Islam.
“Selain itu kami juga memberikan bantuan penulisan artikel untuk jurnal internasional karena sekarang ini di Indonesia seseorang tidak bisa lulus S3 kalau belum menerbitkan artikel dalam jurnal internasional. Ini adalah syarat yang berat, jadi kami memberi pelatihan dalam penulisan jurnal tersebut yang sangat membantu peserta PIES menyelesaikan disertasi mereka,” ujar Greg.
Didanai oleh Kementerian Luar Negeri Australia, program PIES merupakan salah satu cara pemerintah Negeri Kanguru untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air serta membantu merealisasikan program 5.000 doktor yang dicanangkan Kemenag RI untuk meningkatkan akses, mutu, dan relevansi pendidikan Islam.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, PIES merupakan skema kerja sama internasional yang harus terus digalakkan untuk menjadikan Indonesia pusat peradaban Islam dunia.
“Kerja sama yang telah terjalin seperti ini semoga dapat terus ditingkatkan dalam bentuk yang lain agar tercipta budaya akademik yang semakin responsif terhadap berbagai persoalan umat manusia baik dalam skala nasional maupun internasional,” kata dia.
Salah satu peserta program, Muhammad Rozali dari IAIN Sumatera Utara mengaku program PIES membantunya memahami bagaimana cara masyarakat Barat memandang Islam dan melihat kehidupan Islam di Indonesia.
“Ternyata tidak ada masalah, selama ini anggapan bahwa orang Barat mencurigai Muslim atau mengafiliasikan Islam dengan teroris itu tidak benar,” ungkap Rozali.
Ia bahkan menyebut keikutsertaannya dalam program PIES telah membantunya menyelesaikan pendidikan S3 lebih cepat, hanya dua tahun enam bulan.
“Pak Greg sangat membantu saya dalam penulisan disertasi mulai dari metodologi, teori dan lainnya,” tuturnya.
Selain Rozali, lima peneliti muda Islam Indonesia yang juga mengikuti program tersebut pada 2016-2017 yakni Aisyah Arsyad dari UIN Alaudin Makassar, Muhammad Irfan Hasanuddin dari IAIN Palopo, Muhammad Muntahibun Nafis dari IAIN Tulungagung, Rofhani dari UIN Sunan Ampel Surabaya, dan Siti Mahmudah dari UIN Raden Intan Lampung. ant