Jakarta, AP – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah dua orang saksi ke luar negeri dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP elektronik/KTP-e) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
“Terkait dengan kasus KTP-e dalam proses penyidikan untuk tersangka Andi Agustinus (AA), hari ini kami menyampaikan bahwa sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri untuk dua orang saksi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (10/04).
Febri menyatakan KPK sudah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri untuk dua orang saksi itu kepada Direktorat Jenderal Imigrasi terhitung untuk enam bulan ke depan, yaitu untuk saksi Inayah dan Raden Gede.
“Dua orang ini adalah pihak swasta, pencegahan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari penggeledahan yang dilakukan pekan lalu di dua rumah di Tebet, Jakarta Selatan,” kata Febri.
Selain melakukan penggeledahan di dua rumah itu, KPK juga melakukan penyitaan baik dokumen-dokumen dan dua mobil terkait dengan aset atau terkait dengan keuangan yang tentu diindikasikan dengan tersangka Andi Agustinus.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. ant