Jambi, KD — PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) kembali menunjukkan arogansi dan tindakan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) terhadap warga Suku Anak Dalam (SAD) Dusun Tuo Pangkalan Ranjau, Sungai Bahar, Jambi.
Pada hari rabu (20/9) dini hari, PT.REKI membakar dua buah rumah milik warga SAD Pangkalan Ranjau. Tidak hanya itu. Pada Kamis (21/9), pukul 10.00 WIB, sejumlah karyawan PT. REKI kembali mendatangi rumah yang sudah dibakar dengan menggunakan tiga unit mobil, mengambil seluruh sisa bangunan yang dibakar dan menghancurkan tanaman Cabai dan tanaman Pisang di kebun di sekitar rumah yang dibakar.
Menurut saksi di lapangan, ketika tindakan pengrusakan itu terjadi, terlihat beberapa warga negara asing juga berada di lokasi kejadian bersama rombongan karyawan perusahaan.
“Rumah adalah harga diri bagi kami warga SAD. Membakar rumah sama saja membakar kami. PT. REKI harus bertanggung jawab, apa yang tegak, tegakan kembali, apa yang ada, adakan kembali, apa yang tumbuh, tumbuhkan kembali,” ujar Yanto, salah seorang warga SAD yang rumahnya dibakar PT. REKI.
Yanto tidak lain adalah adik kandung dari pimpinan adat SAD Pangkalan Ranjau. Sebelum berkebun, Yanto pernah menjadi karyawan PT. REKI, bekerja sebagai petugas keamanan. Selain itu, Yanto dan saudara-saudaranya yang bekerja bersama dengan PT.REKI, selalu dijadikan bahan kampanye, bahwa PT.REKI telah memberdayakan warga SAD yang berada di areal konsesi perusahaan mereka.
“Dulu ketika mengajak saya bekerja, PT. REKI memberikan janji manis. Tapi setelah saya bekerja, gaji yang diberikan tidak sesuai janji. Bahkan untuk operasi pun kami harus nombok. Makanya saya berhenti, dan berkebun di tanah peninggalan nenek moyang saya. Nah, sekarang malah rumah saya dibakar. Kebun saya juga dihancurkan,” tambah Yanto.
Tindakan pembakaran rumah warga SAD ini terjadi hanya berselang dua hari dari pertemuan antara PT. REKI, masyarakat SAD dan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jambi. Dalam pertemuan itu, semua pihak sepakat untuk segera mendorong pengembalian hutan ulayat SAD, dan pihak KLHK akan mengadakan pertemuan kembali agar ada percepatan kebijakan pengakuan wilayah adat SAD Pangkalan Ranjau.
“Baru dua hari lalu kita bersepakat mendorong percepatan penyelesaian konflik. Tapi sekarang rumah warga kami malah dibakar. Ini jelas melanggar komitmen bersama, apalagi sampai melibatkan warga negara asing dalam proses perusakan rumah dan kebun warga kami,” tegas Jufri, Depati SAD Pangkalan Ranjau.
AGRA Jambi memandang hal ini bukti nyata ketidak seriusan pemerintah melindungi warga negara, dan kebiadaban investasi, tidak terkecuali yang investasi yang bertopeng konservasi.
“PT. REKI telah berulang kali melakukan pelanggaran HAM terhadap warga SAD dan petani. Sudah seharusnya pemerintah melindungai hak warganya, dibanding terus memaklumi peangaran HAM oleh pemegang konsesi,” ujar Pauzan, Koordinator AGRA Jambi. (Budi)