Terkait Polemik PT. EWF dan Penempatan Lokasi PKS
Muarasabak, AP – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait polemik PT. Erasakti Wira Forestama (PT.EWF) dan penempatan Lokasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS), di Kelurahan Sabak Ulu, Kecamatan Muarasabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Namun pembentukan Pansus tersebut, Dewan masih menunggu usulan tertulis dari masyarakat. “Untuk saat ini kami masih menunggu laporan secara tertulis dari masyarakat setempat terkait polemik PT. EWF ini. jika laporannya sudah ada, maka akan kami bahas di DPRD, dan seandainya semua mekanisme dan prosedurnya sudah lengkap, kami akan membentuk Tim Pansus, untuk menyelesaikan masalah PT EWF,” kata Wakil Ketua DPRD Tanjabtim, Markaban, saat dikonfirmasi Senin (02/10) kemarin.
Mengenai penempatan lokasi PKS, Markaban menjelaskan, di dalam Perda Tata Ruang Wilayah nomor 11 tahun 2012, jelas mengatakan wilayah Kecamatan Muarasabak Timur tidak termasuk dalam kawasan industri. “Di dalam Perda Tata Ruang Wilayah, Kecamatan Muarasabak Timur tidak termasuk dalam kawasan industri. Jika lokasi PKS tetap dibangun di wilayah tersebut, sudah jelas melanggar aturan,” tegasnya.
Salah satu Tokoh Masyarakat Muarasabak Timur, Harmain, saat dikonfirmasi menuturkan, terkait permasalahan pembebasan lahan di lokasi sekitar PT. EWF, yang mana status lahannya masih banyak bersengketa dengan masyarakat. “Di lokasi PKS yang rencananya akan dibangun, masih banyak lahan masyarakat belum sepenuhnya selesai dibayar. Karena saat ini, banyak masyarakat termasuk saya, menuntut ke PT. EWF untuk membayar hak kami. Tetapi, sampai saat ini, PT. EWF masih saja membangun akses jalan, padahal pembebasan lahan masyarakat belum selesai,” katanya Senin (2/10) kemarin.
Ditambahkannya, saat ini masyarakat menganggap PT. EWF telah menyerobot lahan masyarakat, dan harga lahan masyarakat yang dibeli dihargai perhektarnya Rp 10 juta. “Harga lahan yang dibayar hanya dihargai Rp 10 juta per hektar kata pihak perusahaan. Uangnya sudah dibayarnya, tetapi kami tidak tahu mereka membayar ke siapa. Sedangkan lahan saya disekitar lokasi PT. EWF seluas 22 Hektar, sampai saat ini belum dibayarnya. Kemarin juga ada salah satu masyarakat menolak karena lahannya diserobot oleh PT. EWF, kebetulan masyarakat tersebut anaknya salah satu pejabat TNI AL,” ungkapnya.
Saat ini masyarakat hanya meminta kepada PT. EWF untuk membayar hak masyarakat. Jika Perusahaan tidak membayarnya, terpaksa jalan tersebut akan di blokir oleh masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Arie Suriyanto, salah satu Pemerhati Kebijakan Publik mengungkapkan, Pemda harus segera mengkaji ulang izin PT. EWF, dan segala aktifitas PT. EWF dapat diberhentikan untuk sementara, mengingat statusnya masih bermasalah. “Menurut informasi yang saya dapat, pembebasan lahan disekitar lokasi belum sepenuhnya 100 persen selesai, masih banyak lahan yang bersengketa dengan masyarakat. Namun PT.EWF tetap saja membangun akses jalan tersebut. Dengan adanya masalah seperti ini, baiknya diharapkan kepada seluruh pihak-pihak yang berkompeten, dapat dengan segera menyelesaikan permasalahan yang ada. Untuk sementara waktu, bagusnuya segala aktifitas perusahaan dapat diberhentikan terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang baru serta berkelanjutan untuk kedepannya. Jika permasalahannya selesai, barulah aktifitas PT.EWF bisa dilanjutkan,” tegas Arie.
Dengan banyaknya penolakan dari masyarakat terkait penempatan lokasi PKS, sebaiknya Pemda dapat mengevaluasi kembali penempatan lokasinya, dan juga sebenarnya Kecamatan Muarasabak Timur, menurut Perda Tata Ruang wilayah nomor 11 tahun 2012, tidak termasuk dalam kawasan industri, melainkan pengembangan pariwisata. “Karena sebagian besar masyarakat menolak dengan adanya PKS di daerah mereka. Dengan alasan, lokasi PKS berdekatan dengan Pemukiman Penduduk dan Taman Selaras Pinang Masak (SPM) yang menjadi icon wisata baru untuk Kabupaten Tanjabtim. Menurut mereka dampak limbah dan polusinya, membahayakan untuk lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Menurut Undang-Undang nomor 54 tahun 1999 tentang pembentukan atau pemekeran Kabupaten/Kota. Ibukota Kabupaten Tanjabtim adalah Muarasabak, dan di dalam Perda Tata Ruang Wilayah nomor 11 tahun 2012, Muarasabak tidak termasuk dalam kawasan Industri, namun masuk dalam pengembangan kawasan wisata,” paparnya.
Dilanjutkannya, Arie mendesak DPRD Tanjabtim, dapat segera membentuk Tim Pansus, untuk menyelesaikan polemik PT.EWF. Karena menurutnya, jika dibiarkan berlarut-larut, permasalahannya akan semakin rumit. “Untuk DPRD Tanjabtim, yang notabenenya sebagai perwakilan dari rakyat, yang tentunya mempunyai kewenangan dan hak prerogatif dalam menyikapi sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah, agar secepatnya membentuk sebuah Tim Pansus, untuk dapat menyelasaikan polemik PT EWF. Karena permasalahan ini, jika dibiarkan akan semakin rumit,” tegasnya. fni