Sering Tidak Sekolah Karena Sarana dan Prasara Tidak Memadai
Sungaipenuh, AP – Kemana dan dimana pemerintah, itulah kalimat yang pantas dilontarkan, saat melihat kondisi yatim tiga bersaudara yang tinggal bersama Neneknya.
Tiga bersaudara yatim dari pasangan Saradi (alm) dan Sainam, warga Desa Koto Padang, Kecamatan Tanah Kampung, kota Sungaipenuh, tinggal di gubuk bambu bersama neneknya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menunggu uluran tangan tetangganya.
Pasalnya, setelah ayahnya meninggal pada 1 Tahun yang lalu, Tiga besaudara Sariyana (16) yang semenjak lahir mengedap penyakit keterbelakangan mental, Anjeli (14) yang masih duduk dibangku sekolah 1 MTS Tanah Kampung, Ilasmini (10) kelas 6 di MIN Tanah Kampung, mereka harus bergantung hidup dengan Neneknya Siti Manah (75) yang sudah tua.
Disamping meenunggu uluran tangan tetangga, Tiga bersaudara yatim ini, bersama neneknya, terpaksa keliling kampung untuk meminta beras dan uang untuk kebutuhan sehari-hari
“Untuk makan, kami bertiga dan nenek, menunggu tetangga yang ngasih. Itupun kami terpaksa berbagi sedikit demi sedikit, hanya untuk menghilangkan lapar, karena yang dikasih tetangga tentulah tidak banyak,” ungkap Anjeli
Kondisi kehidupan mereka sangat jauh dari kata layak. Gubuk bambu dengan tempat tidur berupa tikar di atas papan. Membuat kamar tidur, ruang keluarga dan dapur bercampur menjadi satu. Kondisi rumah mereka semakin parah, terutama saat turun hujan.
Tinggal di Gubuk yang berukuran 4×1 meter, dan menempel dibelakang rumah tetangga, dengan dinding terbuat dari bambu, membuat air hujan menembus, hingga masuk kedalam rumah mereka.
“Kalau hujan, air masuk lewat dinding yang sudah berlobang, dan dari beberapa atap yang sudah bocor,” ungkapnya.
Tidak hanya sampai disitu penderitaan yang dialami mereka, bahkan Anjeli dan adiknya acapkali tidak masuk sekolah karena keterbatasan sarana dan prasarana.
“Hari ini saya tidak masuk sekolah, karena rok sudah robek,” ucap Anjeli, dengan sedikit sedih, pada saat jam sekolah.
Keprihatinan ini, kian diperparah saat Anjeli mengaku, selama ini, mereka tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. “Kami tidak pernah dapat bantuan kesehatan maupun bantuan lainya dari aparat Desa. Padahal, pihak Desa sudah berapa kali datang mendata dan memfhoto kondisi rumah, namun tetap tidak pernah dapat,” katanya.
Salah seorang tetangganya, Madjunta, meminta pemerintah kota Sungaipenuh, untuk turun, melihat kondisi dilapangan. Pengakuan dia, selama ini ia menilai, 3 anak yatim piatu tersebut sudah seharusnya dibantu pemerintah. Selain dia juga menilai, aparat Desa kurang peduli, dengan kondisi ke 3 anak yatim tersebut.
“Mereka ini tidak pernah menerima bantuan dari aparat Desa, termasuk jaminan kesehatan dan bedah rumah,” sebut dia.
Madjunta juga mengakui, selama ini, aparat Desa sering melakukan pendataan, bahkan memfhoto kondisi rumah. Namun, hingga sejauh ini bantuan tak kunjung diberikan. “Kita berharap, pemerintah kota Sungaipenuh, segera turun kelapangan,” harapannya.
Sementara itu Kadis Sosial Kota Sungaipenuh, Harfendi, kepada wartawan, mengakui belum menerima laporan dari aparat Desa setempat.
“Kita akan bantu nantinya, namun tidak bisa berbuat banyak, hanya semampu yang tersedia di Dinas Sosial Kota Sungaipenuh,” sebut dia
Terpisah Kasubag Program Dinas Perkim Sungaipenuh, Joharman, dikonfirmasi mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih dalam proses pendataan untuk melakukan program bedah rumah nantinya.
“Saat ini tim dalam tahap turun kelapangan untuk perifikasi, semoga kita berharap 3 anak yatim piatu tersebut termasuk dalam pendataan tersebut,” ungkapnya.
Dirinya pun nantinya, bersama dengan anggota, akan turun langsung kelapangan, melihat kondisi yang sebenarnya. “Insyaallah nanti, kita akan turun”, tegasnya.
Disisi lain, informasi yang diterima harian ini dilapangan, sejak orang tua laki-lakinya meninggal, ibu ketiga anak Yatim ini, berangkat mencari nafkah ke negeri Jiran Malaysia. Namun, hingga saat ini, tidak pernah menafkahi keetiga anaknya. Sehingga mereka harus hidup dari belas kasihan dan meminta-minta. hen