Sungaipenuh, AP – Wali Kota Sungai Penuh, Asafri Jaya Bakri (AJB) akan segera memanggil Kepala Dinas Sosial Kota Sungaipenuh, Harfendi. Pemanggilan tersebut dilakukan, kaitannya dengan 3 anak yatim di Desa Koto Padang, Kecamatan Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh, yang tinggal di gubuk bambu bersama neneknya.
AJB, ketika dikonfirmasi mengakui, bahwa ia baru mengetahui hal tersebut melalui media. Setelah melihat di media, AJB beriniasiatif untuk segera memanggil Kepala Dinas Sosial Kota Sungai Penuh. “Saya akan panggil Kadis Sosial, saya baru mengetahui dari media,” sebut dia
Sementara itu Damrat, anggota komisi II DPRD Kota Sungai Penuh, mengaku telah mendapat informasi tentang keluarga tersebut. “Iya, kita telah mendapatkan informasi setelah heboh dari beberapa media,” ungkap Damrat.
Terkait hal itu, dalam waktu dekat Komisi II DPRD Kota Sungai Penuh, juga akan memanggil Dinas Sosial Kota Sungai. “Kita akan hearing dengan Dinas Sosial,” tegasnya.
Bahkan nantinya, Dewan akan mengajak dinas istansi terkait untuk turun ke kediaman keluarga tersebut. “warga seperti itu adalah tanggungjawab daerah, tidak bisa dibiarkan saja, harus ada perhatian daerah,” ujar Anggota Fraksi PDIP.
Untuk diketahui sebeleumnya, kisah menyedihkan dialami Tiga anak yatim piatu dari pasangan Saradi (alm) dan Sainam, yang tinggal di gubuk bambu bersama neneknya di Desa Koto Padang, Kecamatan Tanah Kampung, Kabupaten Kerinci.
Bagaimana tidak, semenjak ayahnya meninggal pada 1 Tahun yang lalu, Tiga beradik Sariyana (16) yang semenjak lahir mengedap penyakit keterbelakangan mental, Anjeli (14) yan duduk dibangku sekolah 1 MTS Tanah Kampung, Ilasmini (10) kelas 6 di MIN Tanah Kampung, maka mereka harus bergantung hidup dengan neneknya Siti Manah (75), yang sudah tua renta.
Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari untuk makan, mereka pasrah menunggu uluran tangan tetangga yang memberikan bantuan makan. Namun, tidak setiap hari ada tetangga yang memberikan makanan. Sehingga Tiga beradik yatim piatu bersama neneknya, terpaksa keliling kampung untuk meminta beras dan uang untuk membelikan bahan masakan untuk dimakan.
“Untuk makan, kami bertiga dan nenek, menunggu tetangga yang ngasih. Itupun kami terpaksa berbagi sedikit demi sedikit, hanya untuk menghilangkan lapar, karena yang dikasih tetangga tentulah tidak banyak,” ujar Anjeli, yang terlihat masih kondisi lemah, dikarenakan baru sembuh dari sakit selama 1 Bulan.
Kondisi kehidupan mereka sangat jauh dari kata layak. Gubuk bambu dengan tempat tidur berupa tikar di atas papan. Membuat kamar tidur, ruang keluarga dan dapur bercampur menjadi satu. Kehidupan dari 3 anak yatim piatu tersebut, diperparah ketika musim hujan datang. Bagaimana tidak, dengan kondisi tempat tinggal mereka dengan ukuran yang hanya 4×1 meter menempel dibelakang rumah tetangga, yang dinding terbuat dari bambu yang dijadikan pelepah. Membuat air hujan menembus, hingga masuk kedalam rumah mereka.
“Kalau hujan, air masuk lewat dinding yang sudah berlobang, dan dari beberapa atap yang sudah bocor,” ungkapnya.
Kondisi tersebut semakin pilu, ketika mendengar pengakuan dari Tiga anak yatim piatu tersebut. Pasalnya, selama ini, mereka tidak pernah mendapatkan bantuan kesehatan maupun bantuan lainnya dari Pemerintah Daerah setempat.
“Kami tidak pernah dapat bantuan kesehatan maupun bantuan lainya dari aparat Desa. Padahal, pihak Desa sudah berapa kali datang mendata dan memfhoto kondisi rumah, namun tetap tidak pernah dapat,”tandasnya. hen