Kualatungkal, AP – Geliat pembangunan perdesaan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), saat ini berjalan cukup pesat. Salah satu desa yang berkembang pesat di Kabupaten Tanjabbar adalah Desa Brasau, yang letaknya berada di wilayah Kecamatan Tungkal Ulu.
Di desa yang dulunya merupakan eks Unit Pemukiman Transmigrasi ini tak hanya dikonsentrasikan pada pembangunan infrastruktur saja, namun desa Brasau juga sudah mulai membangun perekonomian masyarakat melalui wadah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diberi nama Karya Bersama.
Direktur BUMDes Karya Bersama, Roni Kuswanto menjelaskan, bahwa BUMDes yang berdiri sejak Maret tahun 2017 tersebut bergerak di bidang toko bangunan dan gas elpiji ukuran 3 kg.
“Kita usaha di bahan bangunan, sudah gitu gas ya. Tapi gas ini kita belum jadi pengecer, jadi masih ambil ke pengecer lain. Untuk kedepan kita berencana jadi pengecer dengan menunggu modal tambahan. Kami sekarang masih menunggu modal tambahan,”ujar Roni Kuswahyudi.
Dengan usaha toko bangunan dan gas elpiji ini, Roni mengaku BUMDes Maju Bersama bisa memenuhi kebutuhan alat dan bahan bangunan masyarakat di desa Brasau.
“Jadi kami sekarang masih mengelola modal awal itu Rp 50 juta. Jadi untuk tahun 2017 ini kita dapat bantuan modal dari dana desa Rp 100 juta, kemudian dari Gubernur Jambi itu dapat bantuan Rp 20 juta, sudah itu dari Kementerian PTD kita dapat bantuan Rp 50 juta,”terangnya.
Dengan adanya BUMDes ini, setiap pembangunan yang menggunakan dana desa di desa Brasau tidak perlu lagi jauh-jauh untuk membeli bahan dan material bangunan yang diperlukan.
“Untuk bahan bangunan banyaknya kita untuk bangun sarana dan prasarana dari dana desa. Dengan adanya BUMDes jual bahan bangunan ini itu TPK ngambil ketempat kita untuk mengurangi potensi ‘mark up’ harga, disitu desa lebih diuntungkan,”ulas Roni kembali.
Sementara itu untuk gas elpiji sendiri, lanjut Roni, bertujuan untuk menjaga stabilitas harga gas yang ada di desa.
“Jadi kalau di desa kalau gas kosong itu harganya bisa mencapai Rp 30 ribu. Kita bisa Rp 24 ribu lah datar gitu kan, karna kita masih ngambil di tempat orang. Kedepan kalau kita sudah jadi pengecer kita bisa jual di harga HET,” tuturnya.
Untuk omset perbulan, tanpa proyek dana desa BUMDes Karya Bersama ini mampu meraup Rp 10-20 juta. Namun bila ada proyek pembangunan dana desa omsetnya bisa mencapai Rp 80 juta perbulan.
“Omset perbulan fluktuatif, kalau tanpa proyek dana desa paling ya sekitar 10-20 jutaan lah. Tapi perputaran cepat itu digas, digas itu biasanya kita dapat jatah 500 tabung perbulan. Jadi ada jedahnya, kebutuhan kita itu diatas 500 tabung. Tapi kalau 80 juta kalau pas ada proyek pembangunan menggunakan desa. Kita ada kerjasama dengan toko bangunan di jambi, jadi bisa ngutang dulu dan gak harus kes,”imbuhnya.
Lebih jauh Roni menambahkan, kedepan pihaknya berharap BUMDes Karya Bersama ini bisa berkontribusi untuk pembangunan desa.
“Jadi sumber PAD desa, itu yang pertama. Yang kedua juga mendukung ekonomi masyarakat. Jadi kedepannya kalau dana desa ini tidak ada lagi saya harapkan BUMDes ini bisa membangun, jadi kita bisa mandiri tanpa bantuan dari dana pusat lagi,” tutupnya. (bjg)