Aparat kepolisian diminta mengambil tindakan tegas terhadap siapa saja yang melakukan kegiatan penambangan minyak secara ilegal baik oleh perorangan maupun kelompok orang, apalagi dengan menyerobot sumur milik negara.
“Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak bisa dilakukan secara perorangan maupun kelompok orang, baik di wilayah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maupun di lahan milik sendiri,” kata Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Nasional dan Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Brigjen (Pol) Supriyanto Tarah, di Jakarta, Senin (04/12).
Itu sudah menjadi tugas kepolisian baik diminta ataupun tidak diminta karena negara harus hadir di tengah masyarakat, ujar Supriyanto dalam keterangan tertulis.
Menurut dia, jika kegiatan pembukaan sumur yang sudah ditutup kemudian dibiarkan, akan menjadi preseden buruk dan akan diikuti oleh oknum-oknum penambang di sumur-sumur lainnya. Karena itu, tindakan tegas harus benar-benar dijalankan dan tahun 2017 harus benar-benar “zero illegal drilling” seperti harapan Presiden.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Terpadu bentukan Gubernur Sumatera Selatan pada Selasa (21/11), menertibkan 20 sumur minyak yang ada di wilayah Mangunjaya, Kecamatan Babattoman, Kabupaten Musi Banyuasin. Tim berhasil menutup 20 sumur, beberapa di antaranya termasuk perobohan tiang penyangga untuk mengebor minyak (stagger).
Namun, beberapa sumur tak bisa dilakukan perobohan stagger karena ada penolakan dari penambang liar. Bahkan, sehari setelah dilakukan penutupan, ada dua sumur yang dibuka kembali oleh petambang liar.
Supriyanto mengatakan atas pembukaan kembali sumur minyak yang sudah ditutup di Mangunjaya, pelakunya harus ditindak tegas. Tindakan tersebut tidak saja melanggar UU Migas tetapi juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Pidana. “Tanggungjawab untuk melakukan tindakan tegas tersebut berada dalam kewenangan pihak kepolisian, ujarnya.
Dia juga mengaku mendapatkan informasi soal stagger yang masih berdiri pada beberapa sumur yang dilakukan penertiban oleh Tim Terpadu. Seharusnya semua yang terkait dengan kegiatan illegal drilling, lanjut Supriyanto, harus menjadi barang bukti (BB).
“Seluruh properti harus diamankan, disimpan, dan dibersihkan dari lokasi sumur dan tidak ada yang tersisa. Tetapi mungkin ada pertimbangan lain dari Kapolres setempat sehingga stagger masih ada yang tidak diturunkan. Itu akan menjadi salah satu bahan evaluasi kami nanti,” ujarnya.
Pihak Kemenko Polhukam akan menggelar rapat evaluasi bersama beberapa kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, terkait kegiatan penanggulangan pengeboran ilegal tersebut.
“Dalam waktu dekat kami akan rapat evaluasi untuk melihat daerah mana yang belum zero illegal drilling sehingga target kami sampai akhir tahun ini semua sudah benar-benar bersih (dari illegal drilling),” katanya.
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Satya W Yudha setuju terhadap langkah tegas terhadap pelaku penyerobot sumur minyak milik negara yang berada di wilayah kerja KKKS. Masyarakat tidak bisa begitu saja mengebor tanpa izin dari KKKS.
“Tindakan itu merupakan ilegal sehingga aparat keamanan setempat atas nama negara bisa menutup kegiatan ilegal tersebut,” ujarnya.
Menurut Satya, penambang liar perlu mendapatkan sosialisasi dari pemerintah daerah, SKK Migas, dan KKKS agar paham terhadap dampak keselamatan kerja bila nekad mengebor minyak di sumur milik negara. Apabila masih berkukuh menyerobot dan menambang secara liar dapat langsung dilakukan penegakan hukum.
“SKK Migas bisa berkoordinasi dengan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengamankan objek vital nasional,” ujarnya. ant