Batanghari, AP – Kasus Difteri, yakni penyakit yang menyerang anak-anak di bawah 15 tahun ini, walaupun dapat dikatakan bukan penyakit yang tergolong berbahaya, namun penyakit ini dapat juga menyebabkan kematian apabila tidak mendapatkan penanganan serius baik puskesmas maupun rumah sakit.
Hal ini dikarenakan bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, dapat mengganggu pernafasan. Apabila penyakit ini tidak cepat serius ditangani, maka dapat membahayakan jiwa.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Batanghari, dr. Elfi Yennie, Rabu (13/12) ketika dikonfirmasi via seluler.
“Penyakit difteri, kalau tidak cepat ditangani melalui pengobatan baik di puskesmas maupun rumah sakit, dapat membahayakan jiwa penderita,” kata Elfi.
Namun untuk kasus difteri tersebut, Elfi bersyukur karena penyakit tersebut tidak ada di Kabupaten Batanghari.
“Syukurlah, Sampai saat ini kasus difteri belum kita ketemukan di Kabupaten Batanghari,” ujar Elfi.
Dijelaskan Elfi, penyakit Difteri ini menyerang anak-anak yang berusia 15 tahun. Sebab, pada usia tersebut sangat rentan tertular penyakit Difteri.
“Awalnya penyakit ini ditandai dengan adanya selaput bewarna putih pada tenggorokan. Penderita dapat meninggal apabila selaput tersebut sudah menutup saluran pernapasan pada tenggorokan sehingga penderita sulit untuk bernapas,” jelasnya.
Ketika ditanyakan penyebab penyakit difteri ini, Elfi mengatakan penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri.
“Penyebabnya yakni bakteri Corynebacterium Diphtheriae,” terang Elfi.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Nurjali, ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa penyakit Difteri tersebut dapat tertular atau ditularkan melalui percikan air ludah ternasuk melalui Udara.
Meskipun di Batanghari belum ditemukan kasus Difteri, namun pihaknya sudah menginstruksi kepada kepala Puskesmas yang ada di 8 kecamatan agar nantinya dapat menangani dengan benar apabila ditemukan kasus Difteri tersebut.
“Kemarin kita rapat koordinasi sudah sampaikan ke Kepala Puskesmas agar serius terhadap penyakit ini,” tegasnya.
Dijelaskan juga olehnya, Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
“Kemudian ditandai dengan Demam dan menggigil, Sakit tenggorokan dan suara serak, Sulit bernapas atau napas yang cepat, Pembengkakan kelenjar limfe pada leher, Lemas dan lelah, Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah,” jelasnya.
Sementara Pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri yang tergabung dalam vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan.
“Vaksin ini termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal,” pungkasnya. Sup