Kerinci, AP – Meskipun sudah ada Kajian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terkait nilai jual tanah untuk perluasan Bandara Depati Parbo Kerinci, bahkan sebagian ganti rugi sedah diserahkan, namun sebagian Masyarakat pemilik lahan belum bisa menerimanya.
Sementara itu, Bupati Kerinci, H Adirozal menyebutkan bahwa saat ini dana ganti rugi lahan pelebaran Bandara Depati Parbo sudah dititipkan di Pengeadilan Negeri Sungai Penuh. Adirozal, menyebutkan saat ini prosesnya dalam upaya penyelesaian ganti rugi.
“Berdasarkan laporan Dinas Perhubungan Kerinci, kita masih melakukan upaya penyelesaian ganti rugi,” sebut Adirozal.
Dikatakannya, berdasarkan tahapannya sudah berjalan dengan baik. Namun yang jelas pernyataan untuk menjual atau pelepasan tanah untuk penjualan sudah dilaksanakan, sedangkan untuk harganya ditentukan oleh KJPP selaku pihaj ketiga yang ditunjuk. Sehingga patokan harganya jelas, berdasarkan standar harga ganti rugi tanah secara nasional.
“Untuk harga bukan ditentukan Dishub, melainkan ditentukan oleh KJPP, untuk yang memprotes bisa menggugat ke pengadilan negeri,” sebutnya.
Sesuai aturan, lanjutnya ada aturan Undang-undang mengatur bahwa Air Tanah dan Udara merupakan milik negara. Dengan begitu bisa dikatakan lahan tanah milik warga yang ada dilokasi bandara bukan merupakan tanah miliknya secara maksimal.
“Bandarakan itu fasilitas umum, ganti rugi menggunakan dana Pemprov Jambi. Bisa saja negara mengambil tanah itu, kalau digugat juga kita khawatir bagi warga, karena harus sibuk ikut sidang sewa pengacara lainnya,”terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Kerinci, Juanda membenarkan adanya sejumlah pemilik tanah yang belum mau menerima ganti rugi lahan tanah yang akan dijadikan lokasi pelebaran bandar Depati Parbo Kerinci. Namun protes harga ganti rugi tersebut baru disampaikan secara lisan, bukan melaporkan secara langsung kepada pihaknya.
“Secara lisan ada yang protes, tapi tidak langsung melaporkan kepada kami,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya pihaknya membuat kebijakan memberikan kesempatan bagi masyarakat yang lahannya bakal dijadikan lokasi pelebaran bandara untuk melaporkan kepada pihaknya, kesempatan untuk menyampaikan protesnya.
Untuk informasinya, dalam penetapan harga ganti rugi lahan bagi masyarakat tersebut didasarkan oleh Kajian dari KJPP yang menjadi pihak Ketiga dalam penentuan harga ganti rugi tersebut. Selanjutnya untuk kedepannya ganti rugi lahan tersebut akan dibayarkan secara berturut-turut sampai dengan Tanggal 28 Desember 2017.
“Ganti rugi kita titipkan di pengadilan. Terutama bagi pihak penggugat yang mana masyarakat yang tidak menerima harga ganti rugi, nantinya KJPP yang jadi saksi ahlinya, biar clear semua,” terangnya.
pencairan sudah mulai dilaksanakan, bahkan secara simbolis pencairan ganti rugi lahan sudah dilaksanakan pihaknya. Setiap harinya pihaknya membuka pintu untuk pencairan ganti rugi lahan bakal jadi lahan perluasan bandara yang luasnya sekitar 15 hektar.
“Hitungannya perbidang, ada sekitar 147 bidang yang akan dibebaskan. Dengan pemilik lahan 140 Kepala Keluarga, kita upayakan selesai secepat mungkin,”jelasnya.
Sementara itu, salah seorang warga pemilik tanah, yang namanya tidak ingin dituliskan mengaku masih belum mau menerima hasil kajian dan penetapan harga ganti rugi tanah dilokasi pelebaran bandara yang dianggap masih terlalu rendah dari harapan masyarakat.
Untuk itu, pihaknya masih belum mau menerima hasil dari penentuan harga dari Pemkab Kerinci. “Masa iya harganya Rp 90 ribu permeter, sama dengan beli sayur. Kami tidak bisa menerimanya,” jelasnya.
Secara aturan maupun Undang-undang, lanjutnya memang betul mengatur tentang air, tanah dan udara merupakan milik negara. Namun di aturan maupun secara Undang-undang nomor 2 tahun 2012, pada pasalnya dijelaskan warga yang menolak harga ganti rugi lahannya tidak bisa digusur dan ditarik begitu saja tanahnya.
Selain itu, Pemilik tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Jadi, selama belum ada kesepakatan mengenai ganti kerugian dan belum ada pemberian ganti rugi, Anda tidak wajib melepaskan tanah Anda. Kita juga berjalan sesuai aturan,” tegasnya.(hen)