Jambi, AP – Seorang pedagang ayam potong bernama Hasanuddin alias Coang ayam (52) warga Simpang Gado-gado, RT 07, Kelurahan Eka Jaya, Kota Jambi, digugat sebesar Rp6,8 miliar.
Pasalnya, dalam menjalankan usaha ayamnya diduga bukan di tanah milik atau tempat sewanya, namun di tanah milik ahli keluarga ahli waris, Bustami (alm) di Mendalo Indah RT 6 Kabupaten Muarojambi, Jambi tanpa izin.
Gugatan ini dibenarkan kuasa hukum ahli waris, Ujang Saleh, SH. Menurutnya, perihal perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Hasanuddin alias Coang berdasarkan uraian serta alasan-alasan hukum disertai bukti autentik dan sah menurut hukum.
“Itu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Hasanuddin alias Coang ayam menyebabkan kerugian bagi para penggugat dan harus mengganti rugi,” tegas Ujang, Selasa (27/3/2018).
Berdasarkan keterangan ahli waris, Kasmiadi, bahwa Coang ayam telah menjalankan usahanya kurang lebih 19 tahun. Selama itu, Coang menguasai tanah milik ahli waris tanpa membayar sewa atau ganti rugi.
Kepada sejumlah media, Kasmiadi menceritakan, semasa hidup almarhum Bustami (Datuk) yang meninggal 2011 lalu, sudah berulang kali menemui dan melarang Coang ayam agar menghentikan usahanya. Namun, usahanya selalu sia-sia dan mengalami jalan buntu, karena tidak pernah digubris Coang.
Bahkan dalam suatu waktu, katanya, Coang ayam pernah menantang dengan mengatakan, “bilamana benar tanah ini milik bapak, mana buktinya dan apabila bisa menunjukkan sertifikat tanah, saya akan siap pergi dari sini,” cetusnya
Sementara itu kepemilikan tanah Bustami (alm) memiliki sertifikat Hak Milik Nomor 01735/Desa Mendalo Indah, tanggal 2 Mei 2017, NIB 06.10.02.19.01683 dan Surat Ukur nomor 1181/ Mendalo Indah/2017 dengan Nomor Peta Pendaftaran 48.1.29.174-07, seluas 43.210 M2 atas nama para penggugat.
“Meski sudah ditengokan bukti setifikat tanah tu, Coang tetap tidak mau pergi dan menyetop usahanyo,” ujar Kasmiadi dengan nada kecewa.
Selain mendirikan bangunan pondok dan kandang ayam tersebut, tindakan seenaknya yang dilakukan Coang juga dibuktikan dengan tidak adanya izin usaha dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Muarojambi. Tidak itu saja, warga sekitar sudah menegur usaha kandang ayam itu lantaran dianggap mengganggu kenyamanan warga akibat bau yang ditimbulkan.
“BLH jugo sudah pernah melayangkan surat teguran kepada Coang tu tanggal 22 Mei 2015 lalu, tapi idak pernah diindahkan oleh Coang. Tapi, setelah itu tidak ado lagi tindakan dari BLH,” tukas Kasmiadi.
Atas perbuatan Coang ayam ini, ahli waris atau penggugat menuntut kerugian keseluruhan baik berupa objek tanah yang dikuasai selama kurang lebih 19 tahun sebesar Rp6,8 miliar. Selain itu minta Coang untuk menghentikan usahanya tersebut.
Ironisnya, hingga saat ini Coang ayam masih melakukan aktivitasnya di pondok dan kandang ayam miliknya di atas tanah tersebut.
Dia berharap di pengadilan nanti, pihak ahli waris bisa memenangkan perkara ini. Dan Coang ayam bisa mengganti kerugian yang dialaminya akibat perbuatannya tersebut. (budi)