Jambi, AP – Ribuan petani sawit swadaya asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) berunjuk rasa di kantor Gubernur Jambi menuntut pemerintah menyelesaikan sengketa lahan yang sudah mereka garap sejak belasan tahun lalu.
Ribuan petani sawit swadaya itu merupakan warga di lima desa dalam Kecamatan Renah Mendaluh yakni Desa Sungai Rotan, Tanah Tumbuh, Sungai Paur, Lampisi dan Desa Cinta Damai. Petani merasa dirugikan karena SK Menteri KLHK menyatakan kawasan yang sebelumnya mereka garap dialihkan peruntukanya untuk Koperasi Kelompok Tani Ketalu.
Awalnya ribuan petani berunjuk rasa di depan kantor gubernur, lama berorasi beberapa perwakilan petani termasuk kepala desa akhirnya melakukan pertemuan bersama pihak Pemprov.
Salah satu Anggota DPRD Kabupaten Tanjungjabung Barat yang mendampingi petani, Ombing Sukiman dalam pertemuan bersama Pemprov Jambi itu mengatakan, lahan yang diklaim milik Koperasi Ketalu itu seluas 4.200 hektare. Tapi kenyataannya koperasi tersebut telah dibekukan karena tidak lagi melakukan Rapat Akhir Tahunan (RAT) lebih dari empat tahun.
Ombing menjelaskan, lahan tersebut dulunya cadangan dari PT DAS dan tidak digarap, kemudian petani di lima desa sejak belasan tahun lalu memanfaatkannya dan setelah berhasil ada upaya pelepasan lahan dari HP ke APL melalui SK Menteri KLHK.
“Kami juga menyetujui pelapasan dari HP ke APL, namun yang menjadi persoalannya adalah dalam SK itu peruntukannya bukan untuk petani di lima desa tapi untuk Koperasi Ketalu, padahal koperasi tersebut tidak lagi aktif,” katanya.
Menurutnya dalam sengketa ini mereka mensinyalir keterlibatan pejabat daerah yang bermain, itu dikuatkan dengan adanya intimidasi kepada petani bahkan petani diminta untuk meninggal kawasan tersebut karena peruntukan lahan itu adalah untuk Koperasi Ketalu yang ditetapkan melalui SK Menteri KLHK.
“Koptan Sawit Ketalu merupakan koperasi yang menyandang status dibekukan berdasarkan keputusan Kepala Dinas Koperasi Tanjungjabung Timur karena tidak pernah melakukan RAT. Artinya koperasi tersebut tidak sah sebagai subjek hukum penerima tanah pelepasan kawasan hutan,” katanya menjelaskan.
Kepala Desa Sungai Puar dan Sungai Rotan yang hadir di pertemuan tersebut juga menuntut penyelesaian persoalan sengketa lahan tersebut karena warga mereka menggantung hidup dengan menjadi petani sawit.
Koordinator Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi yang mendamping ribuan petani tersebut, Farndody mengatakan ketika pemerintah tidak segera melakukan revisi SK Menteri KLHK atas persoalan sengketa lahan di lima desa itu, maka akan menyebabkan 1.030 Kepala Keluarga (KK) petani kehilangan mata pencaharian, 830 pelajar dipastikan putus sekolah karena tidak ada biaya dan 412 balita tidak bisa mendapatkan gizi yang baik.
Sebab itu ribuan petani bersama KPA Jambi beserta Serikat Petani Bersatu Tanjungjabung Barat, Serikat Petani Tebo, Persatuan Petani Jambi dan Liga Mahasiswa Demokrasi menuntut Pemprov Jambi menyelesaikan persoalan tersebut.
Sedikitnya ada tujuh poin yang menjadi tuntutan petani tersebut, diantaranya meminta Pemprov Jambi segera melaksanakan reforma agraria yang sesuai dengan sila ke-5 Pancasila, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, UUPA 1960, dan TAP MPR no.IX tahun 2001, tentang PA-PSDA, yakni reforma agraria yang bertujuan merombak ketimpangan struktur agraria, menyelesaikan konflik dan meningkatkan derajat kehidupan rakyat.
Kemudian meminta pemerintah dan pihak berwajib hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap pemerintah desa Sungai Rotan, Desa Lampisi, Desa Cinta Damai, Desa Sungai Paur dan Serikat Tani yang memperjuangkan hak atas tanahnya dan stop monopoli tanah dan segera laksanakan reforma agraria sejati Selanjutnya meminta Menteri KLHK segera merevisi SK. No. 690/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2017 agar peruntukan lahan seluas 4.200 hektare dalam SK tersebut menjadi untuk masyarakat Desa Cinta Damai, Lampisi, Sungai Rotan dan Desa Sungai Paur dan memberikan pengakuan hak.
Petani juga minta pemerintah dan aparat berwajib mengusut tuntas Koperasi Tani Sawit Ketalu yang menyerobot lahan Petani Desa Cinta Damai, Lampisi, Sungai Rotan dan Desa Sungai Paur.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, M Dianto dalam pertemuan bersama perwakilan petani itu mengapresiasi kedatangan ribuan petani dan akan menampung aspirasi yang telah disampaikan untuk mencari solusi penyelesaian konflik lahan tersebut.
“Kami harapkan petani ada keyakinan kepada kami dalam penyelesaiaan konflik lahan ini. Tapi tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemprov Jambi akan segera membentuk Tim Terpadu penyelesaian konflik ini. Kami harapkan data-data yang diperlukan tim nantinya dapat didukung dari petani maupun pendamping,” kata Dianto. tim