Jakarta, AP – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai laju pembangunan nasional Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan berat dan dilematis.
“Tantangan dan dilematis itu harus dapat diatasi oleh Pemerintah dan bangsa Indonesia,” kata Bambang Soesatyo dalam pidatonya pada rapat paripurna peringatan ulang tahun ke-73 DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu, (29/8).
Menurut Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet, bangsa Indonesia di satu sisi harus mengejar ketertinggalan di bidang pembangunan ekonomi, pembangunan fisik, dan produktivitas nasional, tapi di sisi lain harus menghadapi kerentanan sosial akibat krisis nilai dan fragmentasi sosial yang dapat menghambat pembangunan.
Mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur fisik, menurut dia, sangat penting, karena banyaknya pekerjaan rumah yang belum tuntas dan terbengkalai dalam menata infrastruktur fisik bangsa ini. “Usaha dan langkah strategis yang sudah, sedang, dan akan ditempuh oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo patut diapresiasi dan didukung,” katanya.
Bamsoet melihat, persoalan yang lebih penting adalah memberikan perhatian serius terhadap pengembangan infrastruktur nilai. Dalam perkembangan situasi saat ini, kata dia, bangsa Indonesia juga harus dapat mengatasi laju degenerasi dalam nilai etis dan ideologis serta karakter dan jati diri bangsa.
“Kita menghadapi gempuran pasar internasional dan ideologi transnasional dalam situasi ketahanan kejiwaan bangsa ini yang makin rapuh,” katanya.
Dalam situasi dan kondisi saat ini, menurut dia, bangsa Indonesia harus tetap waspada terhadap upaya kelompok-kelompok tertentu yang secara terus-menerus menghembuskan paradigma dari ideologi asing yang anti Pancasila.Ideologi yang datang dari luar dan diberi label dengan nuansa politik keagamaan dapat tumbuh subur.
Pada kesempatan tersebut, Bamsoet juga merujuk pada hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei kredibel sebagai indikator. Menurut dia, hasilnya sangat mengkhawatirkan, bahwa nilai-nilai ideologi dan kebangsaan berada dalam posisi bahaya.
Misalnya, Indeks Ketahanan Nasional yang disusun Labkurtanmas, Lembaga Ketahanan Nasional, mengindikasikan melemahnya ketahanan ideologi dan politik dalam kurun tujuh tahun terakhir, mulai 2010 sampai 2016. Indeks ketahanan ideologi, yang meliputi variabel toleransi, kesederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial, dan persatuan bangsa, cenderung terus merosot dari skors 2,31 (pada 2010) menjadi 2,06 (pada 2016).
Gambaran serupa diperlihatkan oleh hasil Survei Nilai-nilai Kebangsaan (SNK) yang dilakukan oleh BPS tahun 2015 (survei pertama kali di Indonesia). Dari setiap 100 orang Indonesia, 18 orang bahkan tidak tahu judul lagu kebangsaan Republik Indonesia; 53 persen orang Indonesia tidak hafal seluruhnya lirik lagu kebangsaan; dan 24 dari setiap 100 orang Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila.
Bahkan, sejalan dengan itu, menurut survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tren pendukung Pancasila menurun dalam setiap 5 tahun. Tahun 2005, pendukung Pancasila sebesar 86%. Kemudian pada tahun 2010, turun menjadi 81,7 persen, sedangkan pada tahun 2015, turun lagi menjadi 75,3 persen. “Hasil survei ini sangat mengkhawatirkan,” katanya. ant