Jakarta, AP – Lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meminta seluruh pihak mewaspadai penggunaan hoaks dan politik transaksional sebagai jalan pintas memenangi Pemilu 2019.
“Kalau situasinya siap menang tapi tidak siap kalah, maka jalan pintas yang akan didekati aktor politik adalah menjual disinformasi dan politik transaksional. Itu cara cepat yang masif dampaknya,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi publik bertajuk “Hoax dan Fitnah mengancam Pemilu 2019 dan Masa Depan Indonesia” yang diselenggarakan Tim Pembela Jokowi di Jakarta, Kamis, (20/9).
Titi mengatakan dengan pemberlakuan pemilu serentak, maka persaingan Pemilu semakin sengit. Alasannya, pertama, adanya efek ekor jas dimana pemilih akan lebih cenderung memilih parpol yang mengusung Presiden yang juga dipilihnya. Kedua, jumlah parpol semakin banyak yakni 16 partai, sehingga persaingan memperoleh kursi legislatif semakin sengit dan adanya peningkatan ambang batas parlemen.
“Berdasarkan survei terakhir, ada enam parpol yang diperkirakan tidak lolos ambang batas parlemen. Ini membuat persaingan semakin sengit dan memicu penggunaan jalan pintas bagi aktor politik,” jelas Titi.
Dia menekankan hoaks dan fitnah biasanya sengaja dilakukan karena aktor politik tidak memiliki visi, misi dan gagasan sehingga merasa perlu menyerang kelompok lawan.
“Absennya politik gagasan, politik program membuat aktor membuat hoaks,” jelasnya.
Menurut Titi dalam konteks UU Pemilu, hoaks dan fitnah masuk dalam kategori pelanggaran terhadap UU Pemilu pasal 280 huruf b yakni membahayakan keutuhan NKRI karena akibat hoaks dan fitnah pemilih terbelah, terpolarisasi isu yang tidak bertanggungjawab. ant