Jakarta, AP – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI perlu bersinergi dengan media untuk memberikan pendidikan dan literasi informasi kepada masyarakat untuk menangkal berita-berita bohong (hoaks) yang massif terjadi di media sosial .
“Lemhannas perlu bersinergi dengan media agar masyarakat tidak terhasut oleh informasi-informasi bohong atau hoaks ataupun ‘post truth’ (era kebenaran alternatif) yang beredar,” kata Gubernur Lemhannas, Letjen (Purn) TNI Agus Widjojo dalam sambutannya pada acara Coffe Morning bersama Media, di Lemhannas RI, Jakarta Pusat, Senin (15/10).
Menurut Agus, seiring dengan berkembang pesatnya teknologi komunikasi dan informasi saat ini dan dinamika sosial politik di indonesia, tidak semua informasi yang didapatkan memiliki nilai kebenaran faktual.
“Banyak informasi yang masih diragukan kebenarannya. Hoaks dapat memicu konflik sosial di masyarakat,” kata purnawirawan Jenderal bintang tiga ini.
Fenomena banyaknya berita hoaks beberapa tahun belakangan ini merupakan satu ciri dari fenomena era “post truth”. Era “post truth” ini menonjolkan opini dan tafsir terhadap suatu fakta yang ada.
Di tengah fenomena tersebut, kata Agus, peran media massa atau pers sangat begitu penting, yakni sebagai pilar ke empat demokrasi, juga sebagai penyebar informasi, kontrol sosial, penyambung aspirasi masyarakat kepada pemerintah, dan hiburan, juga memiliki fungsi sebagai pendidik kepada masyarakat.
“Lemhannas sebagai lembaga pemerintah non kementerian juga memiliki fungsi pendidikan dalam mendidik para kader pimpinan tingkat nasional. Lemhannas juga memiliki fungsi untuk memberikan pemantapan nilai-nilai kebangsaan ke berbagai komponen bangsa di seluruh lapisan masyarakat,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Tenaga Ahli Pengkaji Muda Bidang Ilpengtek Lemhannas RI, Kombes Martono Sindhu menjelaskan, di banyak negara dan di Indonesia akhir-akhir sedang memasuki era post truth.
“Post truth dapat dipahami sebagai kebenaran alternatif dan yang sesungguhnya adalah berita atau informasi bohong yang sengaja diproduksi dan dibangun oleh kelompok tertentu dengan tujuan tertentu,” katanya.
Dengan berkembangnya hoaks dan post truth, lanjut dia, fakta semakin menjadi hal yang tidak penting.
Ia menyebutkan, cara-cara penggunaan hoaks dan post truth (kebenaran alternatif) diduga sudah digunakan oleh Belanda untuk memecah bela bangsa Indonesia yang dulu dikenal dengan politik adu domba (devide et impera).
“Hoaks apabila tidak ditangani secara serius boleh jadi berkembang menjadi ‘conflict by accident’ karena sifatnya yang tidak sistematis. Sedangkan post-truth apabila dibiarkan dan tidak ditangani dengan kesungguhan, maka akan berkembang menjadi ‘conflict by design’ yang sulit diatasi,” papar Martono.