Jambi, AP – Kasus dugaan korupsi proyek pipanisasi tahun anggaran 2009-2010 di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar) terus bergulir.
Kali ini dalam sidang lanjutan dipengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), pada Senin (12/11/2018) lalu dengan agenda menghadirkan saksi, nama Sy Fasha ikut dikaitkan.
Eri Dahlan, salah seorang saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Hendri Sastra mengaku kepada majelis hakim yang diketuai oleh Erika Emsah Sari Ginting, bahwa dia pernah dihubungi oleh Sy Fasha, yang saat ini Walikota Jambi.
Tujuannya, adalah meminta agar dilakukan pencairan dari proyek pipanisasi tersebut. Saat itu, Fasha merupakan seorang kontraktor.
“Saya ditelepon Fasha,” kata dia dalam keterangannya saat sidang di Pengadilan Tipikor Jambi.
Dia menyebut, saat itu Fasha menyuruh dirinya untuk melakukan mark up pencairan. Padahal menurutnya, seharusnya 94 persen.
“disuruh cairkan 96 persen. Waktu itu dia telepon saya, suruh saya menyampaikan ke anak buah saya (Hendi Kusuma),” katanya.
Dia menyampaikan, Fasha sempat memintanya agar memerintahkan Hendi selaku pelaksana lapangan untuk menandatangani pencairan 96 persen dari permintaan 94 persen.
“Waktu itu, ada Fasha, ada Aswin. Aswin di pengadaannya,” ungkapnya.
Atas permintaan mark up itu, dia mengaku tidak memberitahukannya pada Hendi. Alasannya, dia menolak untuk menandatangani mark up itu. Namun, mereka terkejut karena tanda tangan Hendi dipalsukan.
“Tahunya terakhir, ada tanda tangan dia dipalsukan. Hendi yang bilang. Waktu itu Pak Sabar Barus (Plh Kadis PU),” terangnya.
Dia menjelaskan, sebagai perusahaan konsultan, dia mengajukan penawaran sekitar Rp 742 juta. Adapun ketua pelaksana lapangan awalnya dipegang D Silalahi, sebelum berpindah ke Hendi Kusuma.
Dia juga mengaku, perusahaannya sempat dipinjam seorang bernama Irwan dari Jakarta dengan memperoleh fee 5 persen, atau sekitar Rp 35 juta.
Perlu diketahui, Hendri Sastra selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) diduga terlibat kasus korupsi dalam pembangunan sarana air bersih (pipanisasi) di Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) sekitar tahun 2009-2010.
Proyek dengan total anggaran sekitar Rp 151 miliar itu menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 18,4 miliar.
Dalam dakwaan primer, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian subsider, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Tim)