Jambi, AP – Badan Pusat Statistik (BPS) Jambi memperkirakan total luas panen padi di provinsi tersebut mencapai 118.408 hektare sampai akhir tahun 2018, sementara berdasarkan hasil survei metode Kerangka Sampel Area (KSA) sampai September sebesar 103.204 hektare.
Kepala BPS Provinsi Jambi, Dadang Hardiawan, di Jambi Rabu, mengatakan untuk luas panen tertinggi terjadi pada Maret yaitu sebesar 15.432 hektare, sementara luas panen terendah terjadi pada September dengan luas panen 7.303 hektare. Sedangkan luas panen padi pada September 2018 mengalami penurunan sebesar 8,89 persen dibandingkan luas panen pada Agustus 2018.
Selain menghitung luas panen pada saat pengamatan berdasarkan fase tumbuh tanaman padi, survei KSA juga dapat menghitung potensi luas panen hingga tiga bulan ke depan.
Berdasarkan hasil survei KSA pengamatan pada September, potensi luas panen pada bulan Oktober, November, dan Desember, masing-masing sebesar 5.628 hektare, 3.503 hektare dan 6.073 hektare. Dengan demikian, total luas panen 2018 adalah sebesar 118.408 hektare.
Dadang mengatakan KSA merupakan metode perhitungan luas panen, khususnya tanaman padi dengan memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari BIG dan peta lahan baku sawah yang berasal dari Kementerian ATR/BPN.
Penyempurnaan dalam berbagai tahapan perhitungan jumlah produksi beras telah dilakukan secara komprehensif mulai dari perhitungan luas lahan baku sawah hingga perbaikan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras.
Secara garis besar, tahapan dalam perhitungan produksi beras adalah pertama menetapkan luas lahan baku sawah nasional dengan menggunakan Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018, di mana luas lahan baku sawah nasional tahun 2018 adalah sebesar 7.105.145 hektare dan sebagai perbandingan, luas lahan baku sawah nasional menurut SK Kepala BPN-RI No. 3296/Kep-100.18/IV/2013 tanggal 23 April 2013 adalah 7.750.999 hektare.
Kedua dengan menetapkan luas panen dengan KSA yang dikembangkan bersama BPPT dan telah mendapat pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Ketiga menetapkan produktivitas per hektare. Pihak BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektare dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis sampel KSA.
Keempat adalah menetapkan angka konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras. Penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan angka konversi yang lebih akurat dengan melakukan survei yang dilakukan oleh BPS di dua periode yang berbeda dengan basis provinsi sehingga didapatkan angka konversi untuk masing-masing provinsi.
“Sebelumnya konversi dilakukan hanya berdasarkan satu musim tanam dan secara nasional dimana keempat tahapan tersebut telah selesai disempurnakan,” kata Dadang Hardiawan. ant