Jambi, AP — Aroma dugaan korupsi Dana Desa (DD) anggaran tahun 2018 oleh M Saleh mantan Kepala Desa Bukit Tempurung, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Jambi kembali terendus.
Pasalnya, pembangunan Kantor Desa Bukit Tempurung yang dianggarkan melalui anggaran Dana Desa yang menelan biaya hingga Rp250 juta sampai saat ini masih terbengkalai, anggaran tersebut hanya menyelesaikan sebatas kerangka bangunan itu saja.
Pantauan dilapangan, bangunan itu sudah ditumbuhi rerumputan dan tidak ada aktifitas pengerjaan. Dipapan pengumunan, direncanakan volume pembangunan itu dengan panjang 14 meter dan lebar 12 meter dengan lama pengerjaan 90 hari kelender.
Terkait hal itu, M Saleh sebagai kepala desa pada saat itu menolak untuk dikonfirmasi oleh awak media, bahkan dia menjawab pertanyaan dari awak media dengan nada tinggi sembari menantang.
“Saya tidak mau dikonfirmasi, silahkan lanjuti, jika saya salah saya siap,” ujarnya dengan nada tinggi saat dihubungi via telepon pribadinya, beberapa waktu lalu.
Dengan tegas dia juga mengatakan bahwa pembangunan itu sudah melalui kajian tim. “Kita punya tim pak, ada aturanya pak, bapak komen-komen disitu dilihat diluar negeri, bapak tau-tau nelpon saya ngapain,” tegasnya sembari menutup sambungan telepon.
Sebelumnya Syaroni Ketua Tim Pelaksana (TPK) Desa Bukit Tempurung saat dikonfirmasi dikantor desa beberapa waktu lalu tidak dapat memberikan jawaban atas rincian bangunan tersebut, hanya saja dia menyebutkan bahwa bagunan tersebut akan dibangun dua lantai.
“Memang untuk anggaran tahun 2018 sudah habis, tetapi pembangunan itu akan dianggarkan lagi hingga tiga kali. Yang lebih tau rincian dan yang megang RAB itu pak Saleh, dia kepala desanya pada saat itu,” ucapnya.
Tidak hanya itu, diberitakan sebelumnya dugaan adanya unsur korupsi yang dilakukan oleh mantan kades itu juga terjadi pada pembangun sumur bor yang juga dianggarkan melalui dana desa sebesar Rp37 juta pertitik yang dibangun sebanyak 5 titik pada tahun 2018 lalu.
Anggaran tersebut terbilang cukup pantastis untuk pembangunan sebuah sumur bor. Jika diakumulasikan, artinya untuk pembangunan sumur sebanyak lima titik tersebut menelan biaya hingga mencapai 185 Juta Rupiah.
Begitupun, Syahroni saat ditanya terkait besarnya anggaran atau rincian pembangunan sumur bor tersebut kembali tidak dapat menjelaskan secara gamblang, dan terlihat gugup menanggapi beberapa pertanyaan dari wartawan.
“Yang pastinya saya juga tidak tahu pak, yang jelasnya itu pak Saleh, karena dia saat itu Kadesnya pak Saleh,” sebutnya.
Selain itu dia berdalih, bahwa pembangunan sumur bor itu sistem terima beres dari pihak ketiga oleh pihak Desa. Namun sebelumnya Dia juga sempat mengatakan bahwa pembangunan itu dikerjakan secara Swadaya dengan biaya 30 persen dari anggaran pembangunan tersebut.
Pernyataan Syaroni tersebut menimbulkan tanda tanya, sebab dia selaku Kaur Umum dan Perencaan sekaligus sebagai Ketua TPK saat itupun tidak mengetahui terkait Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pembangunan sumur bor tersebut.
Hanya saja dia menyebutkan untuk biaya pembelian Tadmon dengan kapasitas daya tampung 1000 liter dibeli seharga 1 juta 500 ribu rupiah, sedangkan untuk biaya upah pengeboran permeter dibilangnya berkisar 150 ribu rupiah dengan kedalaman maksimal 70 meter.
Berdasarkan hitungan riilnya untuk pembangunan sebuah sumur yang sama hanya berkisar antara 17 hingga 22 juta rupiah, jika lebih dari angka tersebut maka dapat disimpulkan adanya dugaan mark up atau pengelembungan anggaran di RAB-nya.
Untuk itu, kepada Pengawal, Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D), Kejari Tanjab Timur dan pihak Kepolisian agar segera turun tangan, memantau dan menindak lanjuti terkait adanya dugaan korupsi Dana Desa oleh mantan Kades Bukit Tempurung.
Penulis: Budi Harto