Muaratebo, AP – Penerimaan pajak usaha komoditas ekspor yakni sarang burung walet sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Tebo belum maksimal masih sangat rendah. Hal ini tak lepas dari pada kesadaran para pengusaha walet yang sepertinya enggan untuk melaporkan hasil usahanya secara transparan kepada Pemerintah kabupaten (Pemkab) Tebo.
Kepala Badan keuangan daerah (Bakeuda) Tebo Nazar Efendi melalui pelaksana tugas (Peltu) Kepala bidang (Kabid) Pajak Pansyuri, menjelaskan bahwa aturan pungutan pajak walet saat ini memang masih menggunakan Peraturan daerah (Perda) nomor 12 tahun 2010 tentang pungutan pajak daerah.
“Iya, pajak walet yang kita pungut masih menggunakan Perda Nomor 12 tahun 2010,” kata Fansyuri.
Meski demikian di akui oleh Plt. Kabid Pajak Fansyuri, bahwa penerimaan pajak walet yang di kutipnya dari 7 orang pengusaha walet di Tebo masuk dalam daftar Wajib Pajak (WP) pada tahun 2018 total keseluruhan cuma mencapai lebih kurang Rp.10 juta.
“Besaran nilai daripada pungutan pajak walet yang di lakukan oleh Bakeuda Tebo terhadap wajib pajak pengusaha walet di Tebo adalah sebesar 10 persen dari nilai penjualan,” jelas Fansyuri kepada Aksipost Selasa (01/4) di kantornya.
Menurut pengakuan pengusaha walet di Tebo lanjut Fansyuri, masa panen hasil walet mereka rata-rata adalah selama 2-4 bulan sekali panen bahkan mereka mengaku setahun cuma dua kali panen.
“Pengakuan mereka seperti itu, kami pun mengalami kendala untuk mendapatkan konfirmasi, kita juga pengen tau kepada siapa sebenarnya atau siapa pengusaha yang membeli hasil sarang burung walet di Tebo,” kata Fansyuri. (ard)