Kerinci, AP – Pengangkatan Sko kepada Gubernur Jambi, Dr.Drs.H.Fachrori Umar,M.Hum, dengan Gelar Depati Susun Negaro Pemuncak Alam Jambi diberikan oleh Anak Batino Dalam minta izin kepada Depati Nan Batigo Pemangku Nan Baduo Para Ramanti Ninek Mamak yang Delapan serta Siguni yang Betujuh di Umah Ninek Ajo Sangadu Dubalang “Umah Pecelak-Umah Piagam-Umah Pesusun Tigo Luhah Semurup (Luhah Depati Mudo, Luhah Depati Rajo Simpan Bumi, Luhah Depati Kepalo Sembah)” Desa Balai Kecamatan Air Hangat, Selasa (30/4/19).
Gubernur Jambi Dr.Drs.H.Fachrori Umar,M.Hum bergelar Depati Susun Negaro Pemuncak Alam Jambi menyampaikan ucapan terima kasih atas Pengangkatan Sko (Pemberian Gelar) tersebut. “Terima kasih atas penghargaan yang luar biasa ini dan jangan segan-segan dengan saya selaku Gubernur Jambi akan menerima serta terus berupaya membangun untuk Jambi,” ungkap Depati Susun Negaro Pemuncak Alam Jambi.
Kenduri Sko bagi masyarakat Tigo Luhah Semurup yang dilaksanakan ini sebagai bagian kebudayaan masyarakat Kerinci, memiliki tata nilai sosial yang penuh nilai etis dan pandangan hidup yang berlaku dalam masyarakat.
Kemeriahan acara berpadu dalam suasana sakral kebudayaan menjadi media sosialisasi dan silaturahmi bagi masyarakat dengan terus memelihara nilai-nilai kebudayaan,”Hubungan antara warga masyarakat yang jelas status dan peranannya menurut tata nilai adat tradisi jangan tergerus fungsinya,” ujar Gubernur Jambi.
Pola-pola modern yang belum sepenuhnya dihayati dalam tatanan kehidupan masyarakat malahan akan mempertegas hubungan individualitas antar warga menggantikan hubungan kekerabatan dalam ungkapan tradisional “Tanggo ado malah nak nyarluk tiang” artinya ada tangga yang sudah tersedia malah turun melalui tiang dapat dimaknai sebagai perbuatan yang keliru dalam tata nilai kehidupan kemasyarakatan sangat membutuhkan peran Ninik Mamak, Tuo Tengganai, Cerdik Pandai dalam pewarisan nilai adat istiadat yang memerlukan ketekunan mendalam dan usaha berkelanjutan.
Kearifan masa lalu dalam menghadapi berbagai perbedaan penafsiran terhadap budaya ditengah perkembangan kehidupan saat ini yang dalam Petitih Kincai menyebut “Kalu samo tinggai kayau di rimbo mano pulo tampaik angain lalau” artinya tinggi rendahnya kehidupan di masyarakat bukan untuk saling mempersulit melainkan untuk saling mendatangkan manfaat.
Luhah Depati Mudo, Luhah Depati Rajo Simpan Bumi, Luhah Depati Kepalo Sembah, beserta hulubalang dan pemangku adat berjalan kaki mengelilingi Luhah dengan ritual adat “mengasap dan memercik air” setelah “turun” dari Umah Ninek Ajo Sangadu Dubalang “Umah Pecelak-Umah Piagam-Umah Pesusun Tigo Luhah Semurup. (hms)