Jambi, AP – Warga Suku Anak Dalam (SAD) di Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Jambi, terkendala akses pendidikan.
“Wakil temenggung warga SAD di Desa Adat Berumbung Bandung Tigo, Kecamatan Maro Sebo Ulu menyampaikan kepada kita bahawa banyak warga SAD yang telah mengucapkan syahadat namun kembali pada aktivitas rimba,” kata Ketua DPW Hidayatullah Ustad Awaludin, Kamis (20/06).
Karena tidak ada pendampingan dan yang membimbing warga SAD yang telah mengucapkan syahadat tersebut. Maka banyak warga SAD yang kembali kepada aktivitasnya sebagai anak rimba yang mengonsumsi babi, ular dan cigak (binatang sejenis kera).
Sejak mengucapkan dua kalimat syahadat pada bulan Januari 2017 di Jambi, dapat dikatakan tidak ada pendampingan terhadap ratusan warga SAD yang menjadi mualaf tersebut. Sehingga mereka kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan seperti sebelumnya.
“Menurut Yusuf wakil temenggung warga SAD, pernah ada ustad yang di utus untuk memberikan pendidikan terhadap warga SAD tersebut, namun karena lokasi yang ekstrim tidak banyak yang bertahan,” kata Ustad Awaludin.
Untuk mencapai lokasi pemukiman warga SAD tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari Kota Jambi, waktu tempuhnya sekitar 4 sampai 5 jam, tergantung dengan kondisi jalan dan keadaan cuaca. Jika musim penghujan jalan menuju pemukiman warga SAD tersebut nyaris tidak dapat dilalui karena jalan yang licin dan lengket.
Melihat semangat dan tekad warga SAD yang kuat untuk belajar, terutama belajar agama. Maka Yayasan Hidayatullah Jambi berinistaif mendirikan Pesantren anak rimba SAD Hidayatullah.
Pesantren tersebut dibangun diatas tanah hibah dari warga SAD. Saat ini pembangunan pesantren anak rimba tersebut dalam proses penyelesaian. Dan sudah terdapat sekitar 30 orang anak warga SAD yang rutin melakukan pengajian di pesantren tersebut.
“Pembangunan pesantren sudah mencapai 75 persen, saat ini kita masih melakukan perekrutan tenaga pengajar,” kata Ustad Awaludin.
Selain itu, saat ini warga SAD tersebut turut terkendala dalam pendataan dokumen kependudukan. Sehingga berdampak terhadap keberlangsungan pendidikan anak-anak warga SAD itu. Untuk dapat mengikuti ujian sekolah, anak-anak warga SAD tersebut dimintai akta kelahiran, sementara mereka tidak memiliki akta kelahiran karena orang tuanya tidak memiliki buku nikah dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Bersama dengan Yayasan Agrapana Bumi Indonesia dan rekan-rekan dari Sahabat Anak Rimba, yayasan hidayatullah mencoba memberikan akses pendidikan dan melakukan pendataan untuk melengkapi data kependudukan bagi warga SAD di daerah itu.
“Pesantren itu kita buka tidak hanya untuk anak warga SAD di kawasan itu, namun juga terbuka untuk umum, baik bagi masyarakat dan bagi warga SAD yang berada di kawasan lainnya,” kata Ustad Awaludin. ant