Jambi, AP – Harga cabai merah keriting sejak beberapa hari terakhir di tingkat pedagang di berbagai daerah di Provinsi Jambi terus merangkak naik dengan harga berpasiasi.
Kasi bina usaha dan industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi M Zaini menjelaskan, melambungkan kenaikan harga cabai merah itu dikarenakan berkurangnya pasokan dari petani.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi secara rutin memantau perkembangan harga dan kelancaran distribusi berbagai jenis barang kebutuhan pokok masyarakat di Pasar Induk Angsoduo, Pasar Tradisional Simpang Pulai dan Talang Banjar, Kota Jambi.
“Pada perdagangan kemarin (Senin, 10/10), harga cabai merah keriting itu Rp60.000 atau mengalami kenaikan Rp6.000 per kilogram. Sementara harga cabai merah besar bertahan Rp62.000 per kilogram,” katanya.
Sementara harga cabai rawit juga mengalami kenaikan dari sehari sebelumnya Rp28.000 namun kini Rp30.000 per kilogram, dikarenakan berkurangnya pasokan dari daerah sentra produksi sejak dua hari terakhir.
Di Kota Sungai Penuh harga cabai Cabe merah keriting saat ini mencapai Rp 62 ribu per kilogram, selain faktor cuaca, penyebab melambungnya harga Cabe merah keriting, tingginya permintaan pasar dari luar kabupaten Kerinci dan Sungaipenuh.
Salah seorang pedagang di Pasar Tanjung Bajure, Sungai Penuh, Ana, menyebutkan, “Cabe sekarang susah didapat, biasanya setiap hari saya mendapat pasokan cabe dari pemasok sebanyak 2 karung besar, tadi cuma dikasih 2 karung kecil. Kalau harganya Rp 62 ribu per kg,” sebut Ana.
Pengakuan Ana, naiknya harga cabai tersebut sudah mulai terjadi sejak satu minggu belakangan “Ya, sejak seminggu belakangan harga cabai naik. Itu tadi, karena stoknya sedikit yang masuk,” tambahnya.
Berbeda dari pedagang yang berjualan di luar pasar Tanjung Bajure, pedagang yang menempati lantai 2 pasar itu malah mengaku harga cabe mencapai Rp 70 ribu per kilogram.
“Kalau diluar itu cabe dari Lampung, yang saya jual ini asli cabe Kayu Aro, harganya lebih mahal sampai Rp 70 ribu per kilogram,” Katanya
Kenaikan ini, juga berdampak terhadap konsumen, terutama ibu rumah tangga yang biasa belanja kebutuhan rumah tangga. “Mau dak mau ya dibelilah, karena kebutuhan. Tapi belinya sedikit, biasa sekali kepasar belinya 1 kg sekarang terpaksa beli setengah kilo,” ungkap indri, salah seorang ibu rumah tangga.
Sementara itu, Kepala dinas Perindagkop dan UMKN kota Sungaipenuh, melalui kepala Bidang Perdagangan, Azardeni, membenarkan melonjaknya harga Cabe di Sungaipenuh.
“Normalnya 40 ribu per kilogram, saat ini sudah mencapai 62 ribu per Kilogram,” ungkap Azardeni.
Pengakuan dia, kenaikan harga ini, diakibatkan meningkatnya permintaan pasar. Diantaranya, permintaan Pasar Jambi (Angso duo,red), Pasar Bungo yang mewakili Bungo dan Tebo. Serta Pasar Bangko yang mewakili Pasar Bangko dan Pasar Sarolangun.
“Sebelumnya ada Cabe dari Lampung masuk kepasar ini, namun saat ini tidak ada, makanya mereka meminta ke Kerinci dan Sungaipenuh, sehingga harga menjadi tinggi,” sebut Azar.
Pengakuan dia, kalau dalam waktu satu minggu harga terus melonjak, maka pihaknya akan menindaklanjuti dengan menyurati kepala daerah, untuk mencari solusinya.
“Harga normal 40 ribu per kilogram, Kalau dalam waktu satu minggu ini, harga masih melonjak, maka kita akan surati kepala daerah, namun untuk solusi mengatasi hal ini, perlu kerjasama semua leading sektor,” ungkap Azar.
Lainhalnya di Kabupaten Merangin, sejak dua pekan terakhir mengalami lonjakan drastis. Bahkan hingga beberapa waktu ke depan, harga cabai diprediksi belum akan turun.
Pantauan di Pasar Baru Bangko, cabai merah dijual pedagang Rp 75 ribu per kilogram. Bahkan ada beberapa pedagang yang menjual seharga Rp 80 ribu per kilogram.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Merangin Rumusdar mengatakan, meroketnya harga cabai di pasar saat ini salah satunya disebabkan produksi di tingkat petani yang jauh menurun.
“Penyebabnya karena produksi menurun. Sedikit petani yang kini cabainya lagi panen. Itulah sebabnya harga menjadi naik. Pasokan dari Jawa juga kurang,” ujar Rumusdar.
Rumusdar menjelaskan, turunnya produksi cabai karena dipengaruhi cuaca ekstrim. Petani tidak mau mengambil resiko menanam cabai saat musim hujan, sebab sangat rentan diserang penyakit.
“Petani takut merugi, karena kalau musim hujan cabai mudah busuk. Biaya perawatan tinggi, juga mudah terserang hama. Jadi musim hujan petani justru lebih banyak persiapan untuk menanam,” tuturnya.
“Dilihat dari siklusnya harga cabai akan terus naik, apa lagi akhir tahun nanti dan puncaknya Februari,” pungkasnya. Nto/hen/Luk