Jambi, AP – Harga minyak sawit mentah (CPO) di Provinsi Jambi pada periode 8-14 Mei 2020 kembali mengalami penurunan signifikan sebesar Rp631 per kilogram dibandingkan periode sebelumnya yakni dari Rp7.119 menjadi Rp6.485 per kilogram.
Penetapan harga CPO, TBS, dan inti sawit merupakan kesepakatan tim perumus dalam satu rapat dihadiri para pengusaha, koperasi, dan kelompok tani sawit setempat dan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Peraturan Gubernur.
“Sedangkan hasil yang ditetapkan tim perumus, untuk harga inti sawit juga turun Rp424 dari Rp3.726 menjadi Rp3.302 per kilogram, sedangkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit pada periode kali ini juga turun Rp110 dari Rp1.210 menjadi Rp1.100 per kilogram,” kata Pejabat Penetapan Harga TBS Sawit Provinsi Jambi, Putri Rainun.
Untuk harga CPO, inti sawit, dan TBS sawit beberapa periode terakhir ini terjadi penurunan walaupun sempat naik sekali. Namun pada periode sebelumnya dan kali ini terjadi penurunan berkali-kali berdasarkan hasil keputusan dari kesepakatan tim perumus harga CPO di Jambi bersama para petani, perusahaan perkebunan sawit, serta pihak terkait.
Harga TBS untuk usia tanam 3 tahun yang ditetapkan untuk periode kali ini adalah Rp1.100 per kilogram, usia tanam 4 tahun Rp1.164 per kilogram, usia tanam 5 tahun Rp1.219 per kilogram, usia tanam 6 tahun Rp1.270 per kilogram, dan usia tanam 7 tahun Rp1.302 per kilogram.
Kemudian untuk usia tanam 8 tahun senilai Rp1.329 per kilogram, usia tanam 9 tahun Rp1.356 per kilogram, usia tanam 10 sampai dengan 20 tahun Rp1.395 per kilogram, usia 21 hingga 24 tahun Rp1.352 per kilogram dan di atas 25 tahun Rp1.287 per kilogram.
Sementara itu, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jambi, Usman Ermulan mengatakan, ada dua komoditas yang menjadi andalan masyarakat Jambi yakni karet dan sawit sebagai daerah memiliki lahan cukup luas.
Menurutnya, anjloknya harga dua komoditas ini membuktikan jika pemerintah melupakan nasib petani. Padahal, jika potensi ini bisa dikelola dengan baik dipastikan petani bisa lebih sejahtera. Namun jika sektor ini berhenti maka sebagian besar sektor lain juga tidak akan berjalan dengan maksimal.
“Mana katanya yang mengaku sebagai pemimpin di Jambi ini?,” kata Usman, Sabtu (9/5).
Mantan Bupati Tanjab Barat dua periode ini kembali menegaskan, sektor ini penting mendapatkan perhatian penuh pemerintah. Kini, hasil perkebunan sudah tak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari untuk membeli beras, gula dan belum kebutuhan lainnya.
“Petani karet lebih 266 ribu KK. Ini bakal ada tambahan dari petani sawit yang jumlahnya mendekati 300 ribu KK. Pemerintah tak bisa lengah,” kata Usman.
Usman mengharapkan adanya kepedulian pemerintah menumbuhkan perekononian yang baik demi menjawab kecemasan para petani di tengah pandemi covid-19 ini. Meski keduanya dipengaruhi harga pasar global. Namun masih ada cara agar sepenuhnya dapat dikontrol oleh pemerintah.
“Pemda tak bisa lari dari tanggung jawab,” kata Usman.
Disisi lain, tambah Usman, ini bakal berpengaruh terhadap bantuan sosial dampak penyebaran virus corona. Dimana, pemerintah akan memberikan bantuan kepada para petani yang masuk dalam kategori miskin sebesar Rp600 ribu. Bantuan diberikan dalam bentuk tunai serta peralatan dan kebutuhan produksi pertanian.
“Kalau di Jambi jelas calon penerimanya adalah petani karet. Namun kalau harga sawit terus terjun bebas, jumlah calon penerima akan terus bertambah. Untuk itu, pemda diharapkan melaporkan ke pemerintah pusat dan dapat menyalurkan bantuan dengan cepat,” kata eks Anggota DPR RI tiga periode itu.
Asal tau saja, Usman dikenal sebagai Tokoh Jambi paling getol berupaya mensejahterakan nasib petani dengan harapan pemerintah konsisten memperhatikan dan berpihak pada kepentingan petani. Karena baginya, petani sebagai ujung tombak kemajuan daerah bahkan Indonesia demi menjaga kekuatan sektor pangan, agar tercapainya peningkatan produksi hasil pertanian nasional.
Melalui HKTI inilah Usman aktif menyampaikan ide berliannya bagaimana meningkatkan taraf hidup petani. Eks Stafsus Menteri PPN/Kepala Bappenas ini mendorong perbaikan tata niaga komoditi karet dan sawit agar memberi kepastian harga yang lebih tinggi diterima petani. Termasuk adanya pabrik industri hilirisasi di Jambi.
Misalkan, industri hilir sawit tak harus sampai pada pengembangan bahan bakar biosolar akan tetapi berupa produk jadi seperti minyak goreng, sabun, produk kesehatan, kecantikan dan lainnya. Sedangkan, frustrasi petani karet kini dirasakan lantaran harga jual yang begitu rendah hingga Rp3 ribu perkilonya di daearah Jambi.
“Karet bisa menjadi produk unggulan dan dipakai untuk mengaspal jalan-jalan yang ada. Setidaknya digunakan sebagai proyek campuran aspal oleh pemda sendiri untuk menolong petani,” kata Usman belum lama ini. (Red/Deni)