Jambi, AP – Ketua HKTI Provinsi Jambi, H. Usman Ermulan meminta pemerintah meningkatan sosialisasi lebih masif kepada petani tentang bahayanya virus corona dan new normal yang akan diterapkan.
Sosialisasi ini merupakan hal penting dalam upaya mencegah penyebaran virus corona. Petani sebagai ujung tombak suatu daerah dan Indonesia dalam menjaga kekuatan sektor pangan agar tercapainya peningkatan produksi hasil pertanian nasional.
“70 persen masyarakat Jambi masih menggantungkan kehidupan sebagai petani. Dan, paling banyak merupakan petani dengan usia senja. Kelompok usia muda lebih memiliki daya tahan yang lebih baik dari yang usia lanjut. Bahkan sampai kini mereka tetap berjibaku menghasilkan pangan bagi masyarakat,” kata Usman, Minggu 7 Juni 2020.
Selain sosialisasi, Usman yang juga mantan Anggota DPR RI tiga periode di Komisi Keuangan dan Perbankan menyebutkan, petani tengah menagih janji Kementerian PUPR menyiapkan anggaran Rp 100 miliar untuk 12.500 ton membeli karet petani rakyat yang terdampak virus corona, termasuk Jambi. Karet yang dibeli itu bakal dijadikan bahan campuran aspal.
“Petani sangat menanti itu. Karena selama ini pemerintah dinilai bersikap abai untuk mengubah nasib petani di negeri ini. Dari tahun ke tahun kehidupan petani tak banyak berubah,” kata Usman.
Usman dikenal paling getol menyuarakan nasib petani, sering kali tampil memberikan masukan kepada pemerintah, terlebih lagi kepada pemerintah daerah dan pusat. Selain campuran aspal, menurut Usman, sejatinya pemerintah bisa mendirikan industri hilir karet sebagai langkah strategis untuk menyerap karet rakyat semaksimal mungkin, agar harganya bisa terdongkrak naik.
“Supaya lebih banyak produk dalam negeri dari bahan baku karet. Pemerintah tak terpaku kepada pabrik crumb rubber dan pasar global,” kata Usman.
Bupati Tanjab Barat periode 2001-2006 dan 2011-2016 ini menambahkan, biang dari jatuhnya harga yang diterima petani selama ini dipengaruhi rantai pasar yang sangat panjang. Bahkan ia menyebutkan, selisih harga mencapai 160 persen dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan karet kering atau KK 100 persen. Rata-rata harga yang diterima petani berkisar Rp3.500 sampai Rp4.000 perkilogram.
“Kalau tidak percaya silahkan turun ke lapangan. Sungguh miris penduduk miskin mayoritasnya adalah petani. Indonesia memiliki jumlah produksi mencapai 2,175 juta metrik ton dengan luas mencapai 3,5 juta hektare. Terbanyak ada di Pulau Sumatera termasuk Jambi, tapi konsumsi untuk dalam negerinya sangat jauh,” kata Usman.
Zaza (40), petani di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari, Jambi mengeluhkan kondisi ini membuat petani lesu karena kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Ditambah hujan dan wabah virus corona yang terjadi sekarang. Sedangkan kebutuhan keluarga makin harus tetap jalan. Sampai kapan kami bisa bertahan dari hasil karet yang rendah ini,” kata Zaza.
Zaza mengaku dalam satu hari kebun miliknya mampu menghasilkan getah karet rata-rata sepuluh kg. Jika dijual bisa menghasilkan uang Rp50 ribu. Itu belum termasuk biaya perawatan.
Menurut petani lainnya, Rosni (45) sebagian besar penduduk kecamatan Bajubang mengandalkan hidup dari bertani karet.
“Meskipun hasil dari menderes karet memang lumayan, tapi ketika dijual hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” kata Rosni.
Di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun, Zakaria, petani dengan berat hati merelakan getah karetnya dibeli sesuai harga yang ditentukan pembeli Rp2.500 perkilonya. Jauh dibandingkan dengan harga pangan.
“Lebaran tahun ini saja, kami tidak dapat membeli baju baru untuk anak-anak. Jangankan itu, untuk membayar zakat fitrah payah. Ampun dengan kondisi ekonomi sekarang, kami rakyat miskin menjerit,” kata Zakaria. (Deni)