JAKARTA, AP – Ombudsman RI telah menyelesaikan Survei Kepatuhan Hukum Tahun 2019 pada intansi penegak hukum di 11 provinsi. Hasilnya, pada tahap penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pemasyarakatan dalam hal ketersediaan dokumen secara rerata telah menunjukkan tingkat kepatuhan tinggi, namun dalam pemenuhan unsur dokumen secara rerata masih berada pada kepatuhan rendah.
Ketua Ombudsman RI Prof. Amzulian Rifai mengatakan, survei ini dilakukan untuk melihat sejauh mana tertib administrasi dokumen dalam penyelesaian perkara pidana umum diterapkan oleh instansi penegak hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Selain itu juga, survei ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan bagi instansi penegak hukum dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Prof. Amzulian di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan dikutip dari situs Ombudsman, Kamis 25 Juni 2020.
Provinsi yang disurvei itu, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Barat.
Anggota Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala menjelaskan, penilaian terhadap ketersediaan dokumen, pada tahap penyidikan sebesar 83,39 persen, pada tahap penuntutan sebesar 96,36 persen, pada tahap peradilan sebesar 100,00 persen, dan pada tahap pemasyarakatan sebesar 86,36 persen. Seluruhnya masuk pada zona kepatuhan tinggi.
Sedangkan penilaian terhadap pemenuhan unsur dokumen didapatkan nilai masing-masing pada tahap penyidikan sebanyak 31,85 persen atau kepatuhan rendah, pada tahap penuntutan 70,62 persen atau kepatuhan sedang, pada tahap peradilan 83,39 persen atau kepatuhan tinggi dan pada tahap pemasyarakatan 53,79 persen atau kepatuhan rendah.
Menurut Prof. Adrianus, survei ini merupakan survei administratif yang dilakukan terhadap berkas perkara tindak pidana umum berkekuatan hukum tetap pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri.
Berkas perkara tersebut diperoleh dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Lembaga Pemasyarakatan, yang kemudian dianalisis berdasarkan ketersediaan dokumen serta pemenuhan unsur dokumen dari tahap penyidikan, penuntutan, peradilan, sampai dengan pemasyarakatan.
Prof. Adrianus menyarankan agar Polri, Jaksa Agung, Mahkamah dan Kementerian Hukum dan HAM dapat menciptakan sistem penanganan perkara tindak pidana yang terintegrasi dari tahap penyidikan di Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan, peradilan di Pengadilan, dan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan agar meningkatkan fungsi kontrol dalam penanganan perkara tindak pidana.
Sedangkan untuk tingkat daerah, Ombudsman memberikan saran agar instansi penegak hukum dapat memastikan diimplementasikannya peraturan perundang-undangan dan peraturan internal administrasi penanganan perkara tindak pidana umum. Serta memprioritaskan peningkatan pemenuhan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan peraturan internal administrasi penanganan perkara tindak pidana umum. (Red)