PENGAMAT komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan sosialisasi terkait bahaya COVID-19 tidak sampai kepada masyarakat dengan baik sehingga ada terjadi pengambilan paksa jenazah oleh anggota keluarga pasien.
“Menurut saya ini kegagalan kita dan kementerian terkait dalam menumbuhkan kesadaran di tengah masyarakat,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin 29 Juni 2020.
Terkait masih kurangnya sosialisasi bahaya COVID-19 tersebut, Emrus menilai Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan pihak paling bertanggung jawab untuk menyampaikan kepada masyarakat luas melalui perangkat di bawahnya.
“Tugas mereka menyampaikan sosialisasi dan menyadarkan masyarakat,” katanya.
Sebab, ujar dia, bisa saja masyarakat yang membawa paksa jenazah COVID-19 tersebut beranggapan penyakit itu tidak berbahaya karena selama ini mereka kurang mendapatkan sosialisasi yang maksimal.
Ia mengatakan jika merujuk kepada pendekatan teori Evert Rogers terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan kepada masyarakat dalam menyampaikan suatu informasi di antaranya pengetahuan, pemberian persuasif untuk mengubah sikap dan berperilaku.
“Pengetahuan mereka tentang COVID-19 ini belum memadai, mereka anggap belum berbahaya,” ujar dia.
Hal itu diperparah dengan sejumlah informasi hoaks yang terus beredar di tengah masyarakat. Akibatnya, individu yang memiliki pengetahuan menengah ke bawah salah dalam menyikapi apabila ada anggota keluarga yang terpapar COVID-19 misalnya membawa paksa dari rumah sakit.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berharap tidak terjadi lagi pengambilan paksa atau perebutan jenazah pasien yang terpapar COVID-19.
Presiden dalam rapat terbatas di Istana Merdeka meminta seluruh jajarannya untuk melibatkan tokoh-tokoh agama, masyarakat, budayawan, ahli komunikasi publik dan praktisi lainnya untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai bahaya dan juga risiko penularan virus corona tipe baru yang begitu cepat. (Red)