JAKARTA, AP – PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat bahwa pemerintah masih memiliki utang berjalan Rp17,1 triliun yang harus dibayarkan ke BUMN Industri pupuk tersebut untuk pengadaan pupuk bersubsidi.
Pupuk Indonesia Grup menjadi BUMN yang mendapat penugasan dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk menyalurkan pupuk bersubsidi guna meningkatkan produktivitas pertanian dalam negeri.
Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat merinci tagihan piutang dengan total Rp17,1 triliun tersebut berasal dari lima anak perusahaan, yakni PT Petrokimia Gresik (PKG) Rp10,8 triliun, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Rp1,8 triliun, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PSP) Rp2,1 triliun, PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) Rp1,3 triliun, dan PT Pupuk Iskandar Muda Rp1,05 triliun (PIM).
“Tagihan Pupuk Indonesia kepada Pemerintah itu Rp17,1 triliun. Tagihan ini adalah tagihan untuk realisasi tahun 2017,2018, 2019 dan 2020. Hanya yang 2020 ini sifatnya masih ‘unaudited’ karena masih tahun berjalan,” kata Aas dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks MPR/DPR, Senin 29 Juni 2020.
Aas menjelaskan bahwa total piutang yang masih tertahan tersebut merupakan tagihan dari realisasi pengadaan pupuk bersubsidi pada 2017, 2018 dan 2019, yang sudah diaudit oleh BPK, serta realisasi tahun berjalan 2020.
Akibat belum dibayarkannya piutang tersebut, perseroan harus meminjam modal kerja kepada perbankan untuk operasional dan mobilitas perusahaan. Selain itu, piutang ini juga menyebabkan meningkatnya beban perusahaan hingga meningkatkan biaya harga pokok penjualan (HPP) pupuk bersubsidi.
“Ini akan meningkatkan beban bunga perusahaan dari Rp17 triliun, kalau 10 persennya saja sudah Rp1,7 triliun untuk satu tahun. Pada akhirnya ini akan meningkatkan juga ‘cost’ subsidi pupuk,” kata Aas.
Aas menambahkan bahwa dari total Rp17,1 triliun tersebut, pemerintah berencana mencicil Rp5,7 triliun yang akan dibayarkan pada tahun ini. (Red)