JAKARTA, AP – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang tahun 2020 telah menangani 27 kasus trafficking dan eksploitasi anak di bawah umur, sebagian besar modusnya mirip dengan prostitusi online dengan korban tujuh orang anak perempuan di bawah umur asal Cianjur, Jawa Barat.
“Sebagian besar korban diiming-imingi bekerja di restoran siap saji di kota besar seperti Jakarta dan kota lainnya di Indoensia dengan upah besar, sejak awal tahun hingga bulan April kami mendapat 27 laporan terkait hal tersebut,” kata Komisioner KPAI Ai Maryati saat dihubungi Selasa 30 Juni 2020.
Ia menjelaskan dari 27 kasus tersebut sebagian besar korban dipekerjakan sebagai penjaja seks komersial atau di lingkungan prostitusi yang melayani tamu secara online atau offline, bahkan jumlah kasus tersebut diperkirakan terus bertambah.
Para pelaku trafficking biasanya menjaring calon korban yang tinggal di daerah dengan berbagai cara seperti menawarkan pekerjaan di restoran besar di Jakarta secara online atau menyebarkan lowongan pekerjaan secara acak di media sosial.
“Ketika korban yang rata-rata anak putus sekolah dari kalangan keluarga tidak mampu mulai tertarik, pelaku dengan cepat merespon bahkan langsung menjemput korban ke daerah tempat tinggalnya. Laporan terkait kasus serupa sudah banyak yang masuk ke selama bulan Mei dan Juni,” katanya.
Ia menuturkan, rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya pengetahuan calon korban terutama yang tinggal di pelosok, membuat mereka dengan mudah percaya dengan modus yang dilakukan para pelaku, sehingga mereka akhirnya terjebak di lingkungan prostitusi diberbagai kota besar di Indonesia.
“Modusnya job seeker, nantinya korban akan direkrut sebagai pelaku prostitusi online ataupun prostitusi offline, sebagian besar korban minim pendidikan dan ekonomi,” katanya.
Pihaknya meminta peran orangtua dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan untuk mencegah anak di bawah umur menjadi korban trafficking dan prostitusi serta peran serta pemerintah untuk memfasilitasi anak di wilayah tersebut mendapatkan pendidikan maksimal.
“Keluarga merupakan garda terdepan dan pemerintah daaerah harus bisa menjamin pendidikan anak sesuai dengan amanat undang-undang. Mereka yang rentan menjadi korban karena minimnya pendidikan dan faktor ekonomi keluarga yang sulit,” katanya. (Red)