Jakarta, AP – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengaku kecewa pada pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dianggapnya tidak serius dalam mengevaluasi penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPPDB) di tiap tahunnya.
Atas ketidakseriusan tersebut, lanjut Hetifah, akhirnya polemik terus menerus terjadi di setiap penyelenggaraan PPDB di tiap tahunnya. Padahal sejatinya, di dalam kurang lebih 4 tahun penyelenggaraan PPDB Zonasi, regulasi dalam Permendikbud yang mengatur pun sejatinya tidak terus menerus diubah.
“Jadi, masalah sistem PPDB ini kan terus berevolusi. Sebenarnya kita juga belum menemukan sistem yangg ideal. Tapi masalahnya kalau aturan main untuk penyaringan itu selalu berubah, maka harus kita evaluasi dulu. Jangan seolah dibuat trial and error,” Kata Hetifah dalam sebuah diskusi, Minggu 5 Juli 2020.
Menurut Hetifah, peraturan penyeleksian yang tiap tahunnya selalu berubah justru akan makin menambah masalah dalam prosesi PPDB. Oleh karenanya, regulasi dalam Permendikbud haruslah mengikat dan tidak berubah-ubah tiap tahunnya.
Bila tidak, maka masalah yang sama akan terulang. Misalnya tahun depan yang menjadi proioritas adalah calon siswa dari kalangan miskin, maka pasti akan kisruh lagi. Akan ada perekayaasaan data atau pemalsuan SKTM.
“Makanya yang saya agak kecewa, tadinya ketika kita dapat menteri baru, kebijakan ini kemudian bisa dievaluasi betul. Kita buat satu sistem yang lebih sempurna, karena kita punya pengalaman tahun sebelum-sebelumnya,” sambungnya.
Hetifah juga menilai sistem PPDB yang di rancang Kemendibud masih bersifat tambal sulam. Artinya, regulasi yang mengatur PPD di Permendikbud justru tidak banyak dievaluasi dan diubah, hanya berubah di presentase penerimaan per jalur.
“Tadinya saya pikir, setidaknya adalah satu terobosan yang baru. Karena sebetulnya kami sudah ingatkan, sistem zonasi yang bagus hanya bisa dilakukan jika sarana dan prasarana merata, serta kualitas guru juga relatif merata,” ungkapnya. (Gatra)