Kualatungkal, AP – Hasil konsultasi soal pembayaran hutang pihak ketiga sebesar Rp 15 Miliar pada bulan Januari 2016 lalu ke kementerian dalam negeri, terkesan sia-sia. Pasalnya hasil konsultasi tersebut tidak ada pembenaran secara tertulis bahwa mekanisme tersebut diperbolehkan.
Sehingga terus menjadi perdebatan di DPRD Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Konsultasi tersebut dipimpin oleh Ahmad Jahfr, Wakil Ketua DPRD Tanjabbar.
Dalam rapat pembahasan hasil konsultasi pun mengalami deadlock, karena sebagian anggota DPRD Tanjabbar tidak setuju karena hal tersebut beresiko hukum. Karena mekanismenya pembayarannya disinyalir tidak sesuai.
Menurut Ketua Fraksi Gerindra, Alamsyah, pihaknya tetap pada dasarnya setuju bahwa hutang itu harus dibayar. Cuma yang menjadi perdebatan itu mekanisme dan tata cara membayarnya.
“Saya tahu uang itu masuk 11 januari 2016, Perda 18 januari dan dibayarkan pada tanggal 21 januari, kenapa direntang waktu tanggal 11 Januari ke 20 Januari tidak ada komunikasi dengan dewan,” ujarnya kemarin, Senin (17/10).
Jika merasa Perda itu sudah betul dan sesuai dibayarkan dibulan januari, tidak perlu lagi minta persetujuan dewan.
“Untuk apalagi minta persetujuan dewan, sudah pakai perda saja, tidak perlu perda jika Pemkab bilang itu sesuai mekanisme,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PAN, H. Nazarudin, menyebutkan sesuai permendagri 52 itu boleh dibayarkan, hanya saja yang belum ketemu titik terangnya itu mekanisme pembayarannya.
“Yang jadi pertanyaan kita itu mekanismenya, dasar hukumnya apa, kalau hutang memang harus dibayar,” ungkapnya.
Disinggung hasil konsultasi di Kemendagri, tidak mempersalahkan, dan masalah ini tidak harus diperdebatkan lagi, cuma yang ditakutkan kawan-kawan dewan itu
sistem pembayarannya.
“Masalahnya itu dibayar dulu baru diberi tahu ke dewan, itu yang menjadi permasalahannya,” tandasnya. her