Jambi, AP – Aktivis Sosial, Bung Idris berharap pengalaman Jonahis Tanak dalam membongkar tindak pidana kasus korupsi, juga dapat diterapkan di Provinsi itu.
“Dia salah satu calon pimpinan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019- 2023. Hadir sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, selamat datang Pak Johanis Tanak,” kata Idris, Minggu 9 Agustus 2020.
Idris berujar Johanis dikenal sebagai Jaksa tegas. Dia pernah membongkar sejumlah kasus korupsi yang bikin heboh di masyarakat, dan dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo saat menangani perkara kader Partai NasDem. Perkara diungkap itu, sebut Idris, ketika menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menetapkan mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjen TNI Purn Paliudju dalam tindak pidana korupsi tahun 2014.
“Siapa tak kenal dengan beliau, yang pernah membuat heboh karena keseriusannya, pernah dipanggil Jaksa Agung. Ini seperti saya baca dibeberapa media nasional,” kata Idris.
Idris percaya, ketegasan dan tak pandang bulu dalam penegakan hukum itu dapat menggembirakan masyarakat Jambi. Masyarakat akan semakin gembira bila kehadiran Kejaksaan sebagai pengacara negara dapat menyelematkan aset dan kepentingan negara.
“Semoga Jambi kembali dalam marwah yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan mengungkap kejanggalan dan penghentian penyelidikan, sehingga ketemu titik terang. Melihat dari sepak terjang beliau, kita yakin ada gebrakan tajam,” kata dia.
Sementara itu, Aktivis Anti Korupsi, Jamhuri minta Johanis Tanak meningkatkan kinerjanya selama di Provinsi Jambi. Dia menduga masih terdapat kasus merugikan Negara belum terusut.
“Saya tantang Kajati baru, mampukah dia meningkatkan kredebilitasnya?. Jika tidak, sebaiknya 100 hari kedepan mundur saja,” kata dia.
Karena, kata Jamhuri, Jambi membutuhkan perubahan hukum nyata, menegakkan kebenaran bukan keadilan.
“Keadilan akan hadir dengan sendirinya jika kebenaran ditegakkan. Dan jangan sampai ada tudingan yang tidak-tidak bahwa jaksa ikut bermain,” kata dia.
Meski tak menjelaskan secara rinci, kata Jamhuri, mengusut adanya indikasi dugaaan tindak pidana korupsi terjadi disalah satu Dinas Provinsi Jambi, diduga itu merugikan Negara sampai triliunan rupiah.
“Pertanyaan mendasar saya, kenapa APBD dan PAD Provinsi Jambi masih segitu-gitu saja. Carut-marut masih terus. Nah, apakah Kajati berani membenah ini? Jangan ada kesan bahwa hukum takluk kepada kekuasaaan,” kata dia.
Selanjutnya, Johanis juga diharapkannya mampun membersihkan semua isu liar berkembang di internal Kejaksaan itu sendiri. Serta, menjelaskan secara detail alasan hentinya kasus, dan kasus sedang berjalan. Jamhuri memandang, penjelasan penting perlu disampaikan untuk menghindari adanya spekulasi di publik.
“PR pertamanya bersihkan internal dari tudingan miring, dan membuka semua kasus-kasus mandek,” kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin melantik dan mengambil sumpah jabatan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan beberapa pejabat eselon II di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu 5 Agustus 2020. Termasuk Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Johanis Tanak.
Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Pejabat Eselon II tersebut dilaksanakan berdasar Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 148 Tahun 2020 tanggal 28 Juli 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksaan.
Dalam sambutannya, Jaksa Agung menyampaikan amanat kepada jajaran agar menanamkan jiwa Tri Krama Adhyaksa sebagai pedoman dalam setiap pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan serta merapatkan barisan.
Burhanuddin juga mengingatkan jajaran untuk mewujudkan penegakan hukum berkeadilan yang mampu memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara serta meningkatkan pelayanan publik yang transparan, efektif, serta efisien untuk memulihkan dan membangun kepercayaan publik.
Selama wabah Covid-19, para pejabat baru itu juga diminta segera beradaptasi dengan kebiasaan baru melalui penerapan protokol kesehatan secara ketat dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.
“Selain itu, perlu saudara-saudara ingat, sejatinya pemimpin itu harus mampu memimpin dirinya sendiri, terbuka terhadap masukan dan kritik, serta menghargai semua pihak termasuk bawahan,” kata Jaksa Agung.
156 Jaksa Dimutasi
Jaksa Agung memutasi besar-besaran pejabat Korps Adhyaksa. 156 jaksa yang berganti jabatan. Mutasi dan promosi jabatan tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 148 Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksaan RI.
Surat tertanggal 28 Juli ini diteken langsung St Burhanuddin. Dalam keputusan tersebut terdapat 17 pejabat eselon II kejaksaan yang mendapat tugas baru. Sedangkan mutasi 147 pejabat kejaksaan lainnya tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor Kep-IV-528/C/07/2020. Surat yang juga tertanggal 28 Juli ini diteken Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Sugeng Rukmono. Bambang juga, pernah sebagai Kajati Jambi.
Di antara 17 pejabat eselon II yang dimutasi, terdapat nama Johanis Tanak. Jaksa yang pernah mendaftar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) tersebut dipromosikan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, menggantikan Judhy Sutoto yang baru tujuh bulan di Jambi, terhitung sejak akhir Desember 2019. Saat itu, Judhy menggantikan Andi Nurwinah. Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor : KEP-372/A/JA/12/2019 yang dikeluarkan pada Senin 16 Desember 2019. Judhy Sutoto yang sebelumnya menjabat Kajati Maluku Utara.
Johanis Tanak saat ini menjabat Direktur Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung. Johanis baru menempati jabatan tersebut pada Oktober tahun lalu. Dengan kata lain, tak sampai setahun di Kejagung, jaksa yang memperoleh gelar doktor hukum dari Universitas Airlangga Surabaya itu memimpin wilayah. Sebelumnya, dia pernah menjabat Kajati Sulut.
Pernah Diintervensi Jaksa Agung Lama
Johanis Tanak menceritakan soal pengalamannya dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo saat menangani perkara kader Partai NasDem.
“Apakah selama menjadi jaksa pernah ada intervensi kepada bapak saat menangani kasus?” tanya anggota panitia seleksi capim KPK Al Araf di gedung Sekretariat Negara Jakarta.
“Saya waktu itu menjadi Kajati Sulawesi Tengah, saya menangani kasus mantan gubernur, kasus itu memenuhi unsur pidana. Saya dipanggil Jaksa Agung, saya menghadap dan Jaksa Agung mengatakan ‘Kamu tahu siapa yang kamu tangani?’ Lalu beliau mengatakan dia adalah ketua DPW NasDem,” jawab Johanis yang saat ini menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.
Johanis menyampaikan hal tersebut pada uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Per hari, pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
“Saya katakan ‘Kalau Bapak perintahkan saya hentikan, saya akan hentikan. Bapak minta tidak ditahan, saya tidak akan tahan karena bapak atasan saya’. Tapi saya mengatakan saat Bapak terpilih, bapak dinilai tidak layak jadi Jaksa Agung karena diusulkan oleh golongan partai, dalam hal ini NasDem, mungkin ini momen yang tepat untuk bapak buktikan (bahwa bapak tidak seperti itu),” ungkap Johanis.
HM Prasetyo sebelum menjabat sebagai Jaksa Agung adalah kader Partai Nasional Demokrat. Ia terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019 mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah II, namun karena ditunjuk sebagai Jaksa Agung ia pun mengundurkan diri dari DPR.
Gubernur yang dimaksud adalah Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) 2006-2011 Bendjela Paliudju. Kejaksaan Tinggi Sulteng menetapkan Bandjela Paliudju sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dukungan perjalanan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan dan penunjang operasional gubernur, berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: 289/R.2/Fd.1/11/2014, tertanggal 6 November 2014.
Penetapan itu setelah adanya pengembangan penyidikan melalui fakta persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan mantan Bendahara Gubernur Rita Sahara. Setelah penetapan dirinya sebagai tersangka, Bendjela Paliudju diberhentikan dari jabatannya selaku ketua Dewan Pembina Partai Nasdem Sulteng.
Bandjela Paliudju kemudian divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palu pada 21 April 2016. Majelis hakim menilai Bandjela tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas kerugian negara Rp8,7 miliar dari pos biaya operasional saat Bandjela menjabat gubernur pada periode 2006-2011.
Jaksa mendakwa Bandjela melakukan perbuatan melawan hukum dengan posisi sebagai pengguna anggaran dalam belanja biaya operasional gubernur pada 2006-2011 dengan komponen biaya perjalanan dinas, penunjang perjalanan dinas, pemeliharaan kesehatan, dan bantuan sosial. Penggunaan dana pos biaya operasional gubernur tidak disertai bukti yang valid. Akibatnya, negara dirugikan Rp8 miliar. Jaksa menuntut Bandjela 9 tahun penjara.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Panitia seleksi (pansel) capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi profile assesment. Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang) dan penasihat menteri (1 orang). (Red/Dani)