Pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir bahkan terus meningkat. Data terkini tanggal 9 Agustus 2020 menyebutkan bahwa jumlah pasien terkonfirmasi positif covid-19 mencapai 125.396 kasus, pasien sembuh mencapai 80.952 kasus dan meninggal dunia mencapai 5.723 kasus.
Dampak pandemi juga mengakibatkan banyak negara di dunia termasuk Indonesia mengalam resesi atau di jurang resesi ekonomi. Untuk pertama kalinya sejak dihantam krisis moneter tahun 1998, ekonomi Indonesia mengalami penyusutan atau kontraksi pada triwulan kedua tahun 2020 ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar -5,32%. Para Ekonom menilai hal ini menandakan resesi ekonomi sudah di depan mata. Langkah-langkah untuk mengantisipasi penyebaran covid-19 dan memperbaiki perekonomian Indonesia terus dilakukan, dimulai dengan karantina wilayah, pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat, penerapan new normal agar roda perekonomian tetap berputar, sampai dengan riset untuk menemukan vaksin covid-19. Semua langkah tersebut memang perlu dilakukan agar kita bisa segera keluar dari situasi pandemi ini.
Selain langkah tersebut diatas, ada baiknya kita melihat dan mencermati kembali awal mula virus corona menjadi pandemi yang mengancam seluruh dunia. Pemahaman mengenai penyebab covid-19 menjadi pandemi akan membawakan kesadaran dan pengetahuan bagi umat manusia agar pandemi ini tidak merebak lagi di kemudian hari.
Walaupun masih jadi perdebatan mengenai asal mula merebaknya covid-19 dan bagaimana virus corona tersebut dapat menjangkiti manusia, tetapi sebuah tim di California yang dipimpin profesor mikrobiologi Kristian Andersen mengatakan, data genetik menunjukkan bahwa (Covid-19) tidak berasal dari tulang belakang virus yang sebelumnya digunakan.
Mereka mengatakan, sangat memungkinkan virus muncul secara alami dan menjadi lebih kuat melalui seleksi alam. Kami mengusulkan dua skenario yang secara masuk akal dapat menjelaskan asal-usul covid-19: seleksi alam pada hewan inang sebelum transfer zoonosis (hewan ke manusia); dan seleksi alam pada manusia setelah transfer zoonosis,” tulis tim tersebut.
Perdagangan Satwa dan Zoonosis
Penyakit zoonosis merupakan infeksi yang ditularkan hewan ke manusia. Kondisi ini bisa berlanjut pada wabah penyakit berbahaya dan menular. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 75 persen penyakit baru yang ditemukan bersifat zoonotik.
David Quammen dalam bukunya berjudul “Spillover: Animal infections and the next pandemic” menjelaskan bahwa kita menginvasi hutan-hutan tropis dan merusak lansekap alam yang merupakan tempat tinggal banyak spesies hewan dan tumbuhan yang juga termasuk didalamnya banyak sekali jenis virus yang tidak kita ketahui. Kita menebang pohon-pohon, kita membunuh hewan-hewan atau menangkap hewan tersebut untuk diperjualbelikan. Kita mengganggu ekosistem dan menyebabkan virus-virus keluar dari inang alaminya dan virus-virus tersebut membutuhkan inang baru, yang bisa jadi inang itu adalah manusia.
Sementara ahli kebijakan lingkungan yang juga akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodiharjo berpendapat, munculnya covid-19 ini terjadi karena hilangnya jasa alam berupa keanekaragaman hayati yang mengakibatkan ketidakseimbangan populasi. Terputusnya rantai alam dan rusaknya habitat akibat eksploitasi, mendorong hewan liar mendekati populasi manusia. Dengan begitu bisa meningkatkan kemungkinan virus zoonosi seperti covid-19 melakukan lompatan lintas spesies dan manusia sebagai inang.
Adapun Ketua II Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Drh. Tri Satya Putri Naipospos menyebut, virus corona bukan jenis virus baru, tetapi masih termasuk ke dalam kelompok virus besar. Golongan tersebut terbagi menjadi tiga yakni, animal corona virus atau virus yang menyerang hewan seperti SARS dan MERS, human corona virus yang menyerang manusia seperti influenza, dan virus corona yang bermutasi.
Kelompok terakhir diketahui dapat melompat dari hewan ke manusia dan bisa menyebar dari manusia ke manusia. Kapan melompatnya dan di waktu apa bisa terjadi coronavirus ini menyerang manusia, manusia tidak bisa memprediksi. Di Wuhan, secara genetik dan RNA yang membangun virus ini berbeda dari coronavirus sebelumnya.
Menurut Tata, gaya hidup seperti memakan satwa liar memicu penularan virus. Beberapa suku tertentu juga memiliki kebiasaan mencari dan menangkap hewan di hutan untuk konsumsi. Tata menilai kedekatan manusia dengan satwa liar merupakan penyebab yang memungkinkan virus berpindah dari hewan ke manusia. Untuk menghentikan virus menginvasi kehidupan manusia, caranya dengan tidak mengganggu habitat hidupan liar. Kalau mau meminimalkan tertular virus corona ini biarkan mereka (satwa) di dalam kehidupannya.
Walaupun ada beberapa pihak yang melihat bahwa merebaknya pandemi Covid-19 ini tidak disebabkan oleh zoonosis, tetapi sebagian besar pakar berkeyakinan bahwa rusaknya alam yang diakibatkan oleh deforestasi dan perdagangan satwa liar telah mengakibatkan peningkatan penyakit zoonosis termasuk covid-19.
Jones et al. (2008) menemukan ada 335 penyakit infeksi merebak antara tahun 1940 sampai dengan tahun 2004 dan 72% diantaranya disebabkan oleh zoonosis dari hidupan liar (wildlife). Sementara itu, dari 34 studi mengenai penyakit zoonosis di Indonesia antara tahun 1973 sampai dengan tahun 2017, menemukan bahwa 21 kasus diantaranya ada hubungannya dengan kelelawar (bats) dan monyet (macaques), sisa kasus lainnya berhubungan dengan hewan-hewan peliharaan atau hewan yang telah didomestikasi. Merebaknya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh zoonosis tersebut sangat erat kaitannya dengan laju deforestasi, degradasi hutan, fragmentasi hutan, pembangunan infrastruktur dan perdagangan hidupan liar (Loh et al. 2015, DiMarco et al. 2020, Allen et al. 2017)
Sebelum covid-19 merebak di Indonesia, kita mengenal beberapa penyakit zoonosis yang punya potensi menjadi wabah di kemudian hari.
- Rabies, atau penyakit anjing gila adalah penyakit menular yang menyerang susunan saraf pusat, disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Rabies merupakan penyakit zoonosis yang sangat berbahaya, karena apabila gejala klinis penyakit rabies timbul biasanya akan diakhiri dengan kematian.
Binatang yang membawa virus rabies kebanyakan adalah binatang liar seperti rubah, sigung, anjing, kelelawar, monyet. Cara penularan rabies dari hewan ke manusia sebagian besar karena gigitan hewan penular rabies. Pada tahun 2006-2009, Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies, diantaranya 13.175 kasus mendapat Vaksin Anti Rabies dan 122 orang positif rabies dengan angka kematian 100 persen.
- Flu Burung, penyakit flu burung atau avian influenza disebabkan oleh virus H5N1 yang banyak ditemukan pada unggas. Sejak tahun 2003, penyakit ini telah menyebar dari burung-burung di Asia ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Pada kasus-kasus yang tertentu, manusia juga dapat terkena penyakit ini, umumnya karena kontak dengan unggas-unggas yang sakit.
Menurut data WHO, sejak 2003 kematian pasien flu burung yang banyak menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban H5N1 tertinggi di dunia. Tercatat dari 349 kematian akibat flu burung di seluruh dunia sejak 2003, 155 diantaranya terjadi di Indonesia.
- Leptospirosis, adalah penyakit zoonosis yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan bakteri leptospira yang ada pada kencing binatang, seperti tikus, kucing, anjing, dan lain-lain. Leptospirosis umumnya ditularkan lewat air dan menjadi masalah kesehatan di Indonesia, terutama di daerah rawan banjir.
Menurut Kementerian Kesehatan pada 2018-2019 terjadi 31 kasus penyakit leptospirosis terjadi di Jakarta dengan dua korban meninggal. Di Banten, 104 kasus terjadi dengan korban meninggal 26 orang. Sementara di Jawa Barat ditemukan dua kasus tanpa korban meninggal. Memang, leptospirosis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
- Brucellosis, adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi, sering dikenal sebagai penyakit Keluron Menular. Penyakit ini menular ke manusia terjadi melalui konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi atau melalui membran kulit yang luka.
Brucellosis menyebabkan hewan betina mengalami aborsi dan retensi plasenta. Jumlah kejadian brucellosis di manusia belum diketahui secara pasti, sementara juga masyarakat belum banyak mengetahui bahwa brucellosis dapat menular ke manusia.
- Anthrax merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthraxis. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Infeksi pada manusia terjadi saat kontak dengan hewan yang terkena antraks, dapat melalui daging, tulang, kulit, maupun kotoran.
Hewan yang terserang anthrax ditandai dengan demam yang tinggi. Sedangkan efek yang ditimbulkan penyakit ini pada manusia dapat menjangkiti kulit hingga bisa menyebabkan bisul bernanah. Pada 2017, penyakit ini menghebohkan Yogyakarta karena telah menyebabkan 16 orang terkena antraks di Kulonprogo.
Kenyataan-kenyataan seperti yang dijelaskan diatas direspon oleh The Club of Rome (2020) dalam laporannya bertajuk A Green Reboot After the Pandemic yang menyebut bahwa pandemi virus corona harus bisa sebagai “panggilan bangun (Wake Up Call)” dan peringatan, bahwa penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kerusakan ekosistem atau perdagangan satwa maupun perubahan iklim perlu menjadi bagian dari pemodelan pilihan kebijakan politik dan ekonomi.
Klub yang terkenal dengan laporannya, The Limits to Growth pada 1972 dan Beyond the Limits pada 1992, itu telah mengingatkan pada saat itu bahwa masa depan umat manusia akan ditentukan bukan oleh suatu keadaan darurat (seperti perang), tapi oleh banyak krisis yang terpisah, namun terkait dan berasal dari kegagalan hidup secara berkelanjutan.
Pandemi covid-19 ini yang mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit dan menghancurkan perekonomian dunia termasuk Indonesia, seharusnya menjadi pelajaran yang sangat mahal untuk semua pihak agar lebih ramah terhadap alam. Semoga Pandemi covid-19 ini segera berakhir dan hidup kembali normal, walaupun masih ada 1,7 juta jenis virus yang kita tidak ketahui di alam ini.
Penulis: Dr. Skunda Diliarosta, M.Pd Dosen Universitas Negeri Padang dan Hendra Kurniawan, S.Si., M.Si. (Dosen Universitas Muhammadiyah Jambi)