TANJAB TIMUR, AP – Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjab Timur) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Litbangda) akan bekerjasama dengan arkeolog pertama saat ekskavasi 1997 situs Perahu Kuno Lambur untuk melakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan ini guna mengangkat sejarah kejayaan maritim di kawasan pesisir pantai Timur Jambi.
Langkah untuk melanjutkan penelitian situs Perahu Kuno Lambur tersebut bukan tanpa alasan, mengingat dari hasil kesimpulan penelitian pada tahun 2019 lalu situs Perahu Kuno Lambur memiliki keunikan dan sejarah tersendiri.
“Salah satu keunikan dan keistimewaan perahu kuno lambur itu diketahui dari jenis atau modelnya. Karena memiliki ciri khas dan tidak dimiliki oleh kapal kapal lainya yang pernah ditemukan di Indonesia,” ujar Kaban Litbangda Kabupaten Tanjab Timur Zekki Zulkarnaen, Selasa (11/8).
“Dengan keistimewaan itulah kita mengharapkan kedepannya Tanjab Timur ini dapat menjadi isu strategis untuk pengembangan wisata dan budaya,” tambahnya.
Kepada Agus Widiatmoko arkeolog pertama yang meniliti Perahu Kuno Lambur ini akan diminta untuk memberikan gambaran atau arahan terkait situs kebudayaan yang ada di Tanjab Timur yang jumlahnya mencapai 29 an situs. “Selain situs Perahu Kuno Lambur, kemungkinan jalur rempah juga akan menjadi fokus penelitian,” ujarnya.
Ia memaparkan, kilas balik pada awal Juli 1996 lalu telah dilakukan peninjauan oleh pegawai Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi (SPSP) Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Pada tanggal 18-22 November 1997 dilakukan ekskavasi penyelamatan oleh SPSP dipimpin Agus Widiatmoko. Pembukaan lima kotak gali memperoleh temuan papan-papan perahu kuno dan tali-tali ijuk.
Untuk sementara, diketahui panjang perahu 16 meter. Sementara itu, lebar perahu dan usia perahu belum diketahui. Selain perahu, di sekitar situs ditemukan pecahan-pecahan keramik Cina dari abad ke- 10-13 Masehi. Sedangkan pada tanggal 07 Agustus tahun 2019, penelitian Perahu Kuno Lambur atas prakarsa Bupati Tanjung Jabung Timur kembali dilanjutkan. Dan ekskavasi yang dilaksanakan selama lima bulan itu berhasil mengungkap keseluruhan badan perahu dari haluan sampai buritan. Namun, bagian lunas dari perahu ini belum ditemukan.
“Setelah dilakukan proses ekskavasi dengan membuka 24 kotak galian, dapat diketahui bentuk dari sisa-sisa struktur Perahu Kuno. Sisa struktur perahu tersebut memiliki dimensi sebagai berikut: panjang struktur utama 24 meter, lebar 5,5 meter, ketebalan kayu 8-10 sentimeter,” paparnya.
Ia menyebutkan, struktur perahu yang ditemukan sudah tidak dalam kondisi utuh. Banyak beberapa bagian kapal yang telah lepas atau hilang. Bagian perahu yang ditemukan merupakan bagian dek. “Jika dilihat dari bentuknya, kemungkinan bagian haluan perahu berada di sisi barat serta fakta fakta lainnya,” sebutnya.
Di tahun 2019 lalu, penelitian yang dinahkodai oleh Arkeolog dari Universitas Indonesia, Ali Akbar bersama tim arkeologi yang terdiri dari tim UI dan Universitas Jambi ini berhasil mengungkap usia perahu ini berdasarkan uji pertanggalan absolut adalah pertengahan tahun 1500-an.
Perahu ini melengkapi rekonstruksi kesejarahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada khususnya dan Provinsi Jambi pada umumnya. Mengingat kesejarahan Jambi telah diketahui terutama pada periode-periode 7-13 Masehi. Namun, mengenai periode abad ke -14–16 Masehi belum banyak diketahui.
“Perahu ini merupakan salah satu bukti kebudayaan maritim sebelum masuknya Bangsa Eropa ke Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa budaya maritim telah ada sebelum abad ke-14—16 Masehi. Apalagi pembuatan perahu kuno yang menggunakan teknik pasak ikat untuk menyambung papan-papan tersebut telah dikenal di Asia Tenggara antara abad ke- 1—13 M. Bahkan, daerah ini telah disebut-sebut oleh para pedagang Arab dan Persia terutama pada abad ke- 10 Masehi dengan nama Zabak,” ujarnya.
“Dengan demikian, jika berbicara mengenai kebudayaan maritim di Indonesia, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dikatakan memiliki bukti-bukti arkeologis yang terbilang cukup lengkap dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia,” pungkasnya. (Hifni)