JAKARTA, AP – Jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, yaitu Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin, meninggal dunia.
“Innalillahi wainailaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah saudara kita Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin, SH. MH. Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, I Made Sudarmawan, Senin 17 Agustus 2020.
Made mengatakan, Fedrik meninggal pada pukul 11.00 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro karena menderita komplikasi penyakit gula.
“Semoga almarhum husnul khotimah,” ujar Made.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan Fedrik Adhar dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan.
“Ya benar, meninggal dunia di RS Pondok Indah Bintaro, sudah dimakamkan sore tadi di TPU Jombang Ciputat Tangsel,” ujar Hari.
Dia juga mengatakan Almarhum yang bernama lengkap Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin itu meninggal dunia pada pukul 11.00 WIB. Ia meninggal dunia pada usia 37 tahun. Hanya saja, penyebab meninggal almarhum tidak diperinci oleh Kapuspenkum Kejaksaan Agung.
Nama almarhum mencuat ke publik saat menjadi JPU yang menuntut dua terdakwa pelaku penyiraman Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Kala itu, dua orang yang menjadi tersangka penyiram air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, dituntut hukuman satu tahun penjara.
Fedrik Adhar diketahui mengawali karirnya sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Palembang, Sumatera Selatan pada 2013. Nama dia dikenal publik saat menjadi jaksa penuntut umun dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Dalam persidangan, Fedrik menuntut kedua terdakwa, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dengan hukuman satu tahun penjara. Tuntutan tersebut kemudian mendapat kritikan keras dari banyak pihak karena dianggap terlalu ringan. (Red)