JAMBI, AP – Gerakan Mahasiswa Petani (Gema Petani) Jambi, pada hari ini Rabu (2/9) mengelar diskusi bertema “Junawal Diambang Pilu”. Junawal merupakan petani kabupaten Tebo. Sejak Mei lalu ia ditangkap, ditahan, dan kini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten setempat.
Diskusi ini, Menurut Yoggy S Sikumbang, Ketua Umum Gema Petani Wilayah Jambi, Akan menghadirkan pembicara lintas organisasi mahasiswa yakni dari PMII, GMNI, Kahfi, HMI, GMKI, PMKRI dan KAMMI.
“Agenda bincang-bincang ala kaum tani ini adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap hal-hal yang tidak berpihak kepada kaum tani. Melalui forum diskusi harapannya tentu bisa lebih membuka mata dan pikiran kita, masyarakat luas, akan apa yang tengah mendera kaum tani. Kegiatan ini bukan sekadar romantisme aktivis tapi bagian dari sebuah bentuk perlawanan,” kata dia, Selasa (1/9).
Junawal, Kata Yoggy adalah pimpinan petani yang mempertahankan hak atas tanah yang berkonflik dengan PT. Lestari Asri Jaya (PT.LAJ) yang diketahui merupakan anak usaha Barito Pasifik yang bekerjasama dengan Michellin perusahaan asal Prancis, di Tebo, Jambi, Dengan menguasai lahan lebih 60 ribu hektar untuk bisnis tanaman karet.
Sementara Gema Petani adalah organisasi mahasiswa yang selalu membawa isu perjuangan kaum tani mulai dari reforma agraria, kedaulatan pangan, pertanian agroekologis, koperasi petani, anti neoliberalisme dan hak asasi petani.
Anjas Mara dari Gema Petani Jambi menyampaikan bahwa sejatinya mahasiswa adalah sekutunya kaum tani dan rakyat tertindas. Selain aksi demo, diskusi adalah upaya mahasiswa untuk menyuarakan dan mencari formula penyelesaian konflik dan permasalahan yang di hadapi kaum tani.
“Sedari awal kasus tentang junawal ini terus kita kawal dan sekarang sudah memasuki persidangan yang ke enam, harapan kita, dari hasil diskusi ini kita mahasiswa kembali tersadar untuk membicarakan, menyuarakan dan mencari jalan keluar dari penderitaan kaum tani miskin dan tertindas” ujarnya.
Sistem Agraria di Indonesia saat Ini, Kata Gomgom dari organ mahasiswa PMKRI Jambi, Sangat kacau sebab banyak konflik yang terjadi dan melanda Indonesia khususnya provinsi jambi dari tahun ke tahun belum menemui titik temu untuk penyelesaian.
“Bahkan sampai saat ini banyak tambahan kasus mungkin peraturan daerah yang belum jelas sehingga menimbulkan efek berkesinambungan” terangnya.
Harapan dia melalui diskusi ini semoga kelak apa yang tersampaikan di forum nanti bisa menjadi wacana di pemerintah provinsi agar kiranya mampu meminimalisir konflik agraria.
Sementara Wiranto dari mahasiswa GMNI Jambi menyampaikan sudah 75 Tahun Indonesia merdeka namun sampai sekarang rasa kemerdekaan itu belum dirasakan sama sekali oleh kebanyakan masyarakat kecil seperti petani, buruh dan nelayan, Sebab, Jeratan sikap kapitalisme bangsa sendiri tidak beda dari tindakan penjajahan jaman dulu.
“Terkhusus petani di provinsi jambi langkah nyata dalam mewujudkan kemerdekaan seutuhnya untuk masyarakat petani belum gamblang langkah konkritnya. Maka dari itu tanggal 2 September ini kita mahasiswa berdiskusi tentang luka dan airmata di bumi pertiwi semoga diskusi kali ini memancing semangat mahasiswa untuk sama-sama peduli terhadap petani anak kandung ibu pertiwi” tegasnya.
Begitu pula yang disampaikan Rahman Kahfi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jambi justru menilai petani adalah salah satu yang sangat penting dalam kehidupan bernegara karena penyuplai makanan untuk masyarakat oleh sebab itu sebagai mahasiswa hendaklah kita memperhatikan kesejahteraan petani.
“Saya sendiri menyoroti perkembangan petani. Sudah sejauh mana pemerintah sanggup menyejahterakan petani dan sudah sejauh mana sosialisasi peraturan tentang kesejahteraan petani karena semua tau petani di masyarakat seperti apa. Terutama Jambi banyak masyarakat petani yang terkena dampak diskriminasi akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap undang-undang perlindungan terhadap petani. Salah satunya adalah Junawal seorang petani yang ditangkap oleh pihak berwajib dengan tidak semestinya untuk membungkam masyarakat petani, sebagai mahasiswa hendaknya kita sama-sama mengawal pemerintah untuk bisa mensejahterakan petani” ujarnya.
Demikian Flona dari organisasi mahasiswa GMKI Jambi menyebutkan, bahwa perjuangan Junawal merupakan bagian dari upaya untuk mencapai reforma agraria sejati dan upaya mempertahankan kehidupan.
“Pak Junawal adalah salah satu dari banyaknya petani yang di kriminalisasi saat berjuang mempertahankan tanahnya untuk kehidupan. Kita sebagai mahasiswa diharapkan mampu menjadi kelompok penekan dan terlibat dalam perjuangan para petani hingga tercapainya reforma agraria sejati” tegasnya.
Sementara Agustia Gafar dari KAMMI Jambi menyampaikan agenda bincang bincang ala kaum tani ini menunjukan bukti bahwa OKP atau Mahasiswa Jambi itu peduli dengan petani.
“Sebagai mahasiswa hukum tentunya saya merasa jengkel melihat keadilan tidak berpihak pada petani dan kita harus ingat dengan asas hukum yaitu Salus Populi Suprema Lex Esto, Bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi dan pak Junawal sendiri disitu membela petani yang ditindas oleh perusahaan,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, Dio Alif dari organisasi PMII Jambi berkomitmen melawan segala bentuk diskriminasi kekerasan terhadap agraria yang dilakukan perusahaan ataupun negara harus terus dilakukan karena itu melanggar konstitusi dan semangat ini menurutnya harus terus di kobarkan dalam diri mahasiswa.
Sebagai informasi, Diskusi mahasiswa bertajuk bincang-bincang ala kaum tani ini sudah memasuki jilid ke-IV. Diskusi ke-4 ini akan digelar besok, Rabu (2/9) Pukul 19.00 Wib di Ngaleh tea & coffee yang dimoderatori oleh Brama Ale, Ketua Gema Petani Universitas Jambi dengan hastag Bebaskan Junawal dari Diskriminasi Hukum. (Red/*).